Sabtu, 16 April 2011

Usaha Kecil Dan Menengah

Usaha Kecil Dan Menengah


Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu
ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan
ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan
kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut: 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah) 3. Milik Warga Negara Indonesia 4.
Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak
dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah
atau Usaha Besar 5. Berbentuk usaha orang perorangan , badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
Di Indonesia, jumlah UKM hingga 2005 mencapai 42,4 juta unit lebih.
Pemerintah Indonesia, membina UKM melalui Dinas Koperasi dan UKM, di masing-masing
Provinsi atau Kabupaten/Kota.



Perkembangan jumlah unit dan tenaga kerja UKM
Seperti yang dapat dilihat di tabel 1, selama 1997-2001 jumlah unit usaha
dari semua skala mengalami peningkatan sebesar 430.404 unit dari 39.767.207 unit
tahun 1997, menjadi 40.197.611 unit tahun 2001. Secara parsial, kelompok unit usaha
yang  paling banyak adalah UK, yang jumlahnya tahun 1997 sebesar 39,7 juta unit lebih 
dan tahun 2001 diperkirakan mencapai 40 juta unit lebih. Saat krisis ekonomi mencapai  titik klimaksnya pada tahun 1998, usaha dari semua kategori mengalami pertumbuhan negatif, 
yang mana jumlah UK sendiri berkurang hampir 3 juta  unit atau pertumbuhan sekitar -7,4%. Sedangkan, UM dan UB mengalami pertumbuhan negatif sebesar, yakni masing-masing 14,2% dan 12,7%. Perbedaan ini mengidentifikasi bahwa UM dan UB mengalami efek negatif lebih besar dibandingkan UK dari krisis ekonomi.


Tabel 1
Jumlah Usaha Kecil, Usaha Menengah
Dan Usaha Besar, Tahun 1997-2002 ( Unit )

Variabel
1997
1998
1999*
2000**
2001***
UK
39.704.661
37.761.689
37.859.509
39.121.305
40.137.773
UM
60.449
51.889
52.214
55.437
57.743
UB
2.097
1.831
1.885
2.005
2.095
Total
39.767.207

36.815.409
37.913.608
39.178.792
40.197.611
Sumber:  Menengkop & UKM
Keterangan : *= angka sementara, **= angka sangat sementara, ***= angka proyeksi

UKM Serap Ribuan Tenaga Kerja
Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM (Disprindagkop) Provinsi Bengkulu
M Darwin mengatakan, sekurangnya 1.286 unit usaha kecil dan menengah di provinsi itu selama tahun 2010 berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 6.697 orang.
Usaha kecil dan menengah (UKM) itu bergerak dalam usaha jasa, pengelolaan 
makanan hingga kerajinan, katanya di Bengkulu. Pertumbuhan UKM itu, diperkirakan
akan terus mengalami kenaikan seiring dengan perkembangan perekonomian daerah ini ke depan karena tumbuh menjamur setiap tahun.
"Dengan peningkatan tersebut, diharapkan kontribusi industri kreatif, terhadap
ProdukDomestik Bruto (PDB) pada 2015 diperkirakan lebih meningkat," katanya.
Ke depan pihaknya mengembangkan UKM melalui pelatihan keuangan menyangkut masalah kewirausahaan dan perkembangan aneka usaha dan menumbuhkan kewiraswastaan 
atau ide-ide kreatif.
Pembinaan dilakukan itu, katanya, tidak hanya oleh Disperindagkop, tetapi ada beberapa UKM binaan dinas lain serta BUMN dan perbankan, sekarang posisinya juga cukup berkembang.
Semua usaha tersebut setiap periode tetap mendapatkan pengawasan dan bimbingan dari Disperindagkop Provinsi Bengkulu, melalui tenaga khusus yang telah ditetapkan.
Saat ini, pihaknya akan berkonsentrasi mengembangkan industri kreatif seperti kerajinan, 
fashion, periklanan, pasar seni dan barang antik, kerajinan desain, video film dan fotografi dan layanan komputer dan piranti lunak. Industri tersebut telah terbukti dapat meningkatkan 
usaha seiring tengah digalakkan oleh pemerintah, sehingga usaha kecil dan menengah dapat 
tumbuh dan berkembang. Pengembangkan industri kreatif walau dengan modal sedikit diharapkan bisa berkembang.
Ia menjelaskan, jumlah koperasi pada tahun 2010 tercatat sebanyak 1.529 unit dan 
mampu menumbuhkan 1.342 wiraswasta baru dengan dukungan dana dari APBD.
Seorang pengusaha kulit kayu lantung Iskadar Ramis mengatakan, industri bahan 
lantung itu sekarang sudah bisa menembus pasar nasional, terutama jenis kerajinan tas 
dan pernik-pernik lainnya.
Dengan tenaga cukup banyak saat ini tetap membutuhkan suntikan dana dari pemerintah 
daerah atau badan Usaha Milik Negara (BUMN) karena kredit usaha rakyat (KUR) belum memasyarakat di Bengkulu, ujarnya.

Prospek Bisnis UKM dalam Era Perdagangan Bebas dan Otonomi Daerah
Usaha kecil menengah telah terbukti mampu hidup dan berkembang di dalam badai krisis
selama lebih dari enam tahun, keberadaannya telah dapat memberikan kontribusi terhadap 
PDB sebesar hampir 60%, penyerapan tenaga kerja sebesar 88,7% dari seluruh angkatan 
kerja di Indonesia dan kontribusi UKM terhadap ekspor tahun 1997 sebesar 7,5% (BPS tahun 2000).
Dalam menghadapi era perdagangan bebas dan otonomisasi daerah maka pengembangan
UKM diarahkan pada : (1). Pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif bagi UKM;
(2). Pengembangan lembaga-lembaga financial yang dapat memberikan akses terhadap sumber modal 
yang transparan dan lebih murah; (3). Memberikan jasa layanan pengembangan bisnis non 
finansial kepada UKM yang lebih efektif; dan (4). Pembentukan aliansi strategis antara
UKM dan UKM lainnya atau dengan usaha besar di Indonesia atau di luar negeri. 
Berkembang atau matinya usaha kecil menengah dalam era perdagangan bebas
tergantung dari kemampuan bersaing dan peningkatan efisiensi serta membentuk jaringan bisnis
dengan lembaga lainnya.

Krisis ekonomi kini sudah berusia lebih dari enam tahun. Namun tanda-tanda
pemulihan yang diharapkan agaknya masih berjalan sangat lambat dan terseok-seok, 
walaupun nilai tukar rupiah semakin menguat dan kondisi sosial-politik nasional 
sudah semakin membaik. Pemulihan ekonomi yang berjalan lambat ini ditunjukkan
antara lain dari masih rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi nasional,
tingginya angka pengangguran
dan kemiskinan serta "mandegnya" perkembangan kegiatan usaha berskala besar baik PMA
maupun PMDN. Secara detail angka-angka perkembangan indikator makro 
ekonomi yang belum menjanjikan dapat kita lihat pada laporan yang dikeluarkan,
baik oleh Badan 
Pusat Statistik maupun dalam literatur-literatur ekonomi lainnnya 
(misalnya, Prema Chandra Athukorola, Bulletin Of Indonesian Economic 
Studies, Agustus 2002; Badan Pusat Statistik, 2002 dan 2003). 
 Mesin pemulihan ekonomi selama ini masih sangat tergantung pada 
besaran tingkat konsumsi semata, dan sedikit didorong oleh kegiatan
investasi portofolio dan ekspor.
Ditengah pemulihan ekonomi yang masih lambat ini, perekonomian
nasional dihantui pula dengan ambisi nasional untuk melakukan otonomi 
daerah dan desentralisasi. Selain itu, adanya komitment nasional untuk 
melaksanakan perdagangan bebas multilateral (WTO), regional (AFTA), 
kerjasama informal 
APEC, dan bahkan ASEAN Economic Community (AEC) tahun 2020 
merupakan tambahan pekerjaan rumah yang harus pula disikapi secara serius.
Dalam hal otonomi daerah dan desentralisasi, berbagai persoalan masih semrawut. 
Ini terjadi karena disatu pihak ada pihak-pihak tertentu yang tetap berkeinginan 
untuk melakukan otonomi daerah dan desentralisasi sesuai dengan UU no. 22/1999 dan 
UU no. 25/1999, sedangkan di pihak lain banyak yang menuntut revisi alas 
kedua undang-undang tersebut. Tarik menarik ini selanjutnya menimbulkan 
berbagai ketidakpastian, sehingga banyak daerah menetapkan berbagai peraturan 
baru khususnya yang berkaitan dengan pajak daerah, lisensi dan pungutan lainnya. 
Diperkirakan lebih dari 1000 peraturan yang berkaitan dengan pajak dan pungutan 
lainnya telah dikeluarkan daerah-daerah sejak diundangkannya pelaksanaan desentralisasi
(Jakarta Post, 6 Mei 2002). Peraturan-peraturan ini telah menghasilkan beban berat
bagi pelaksanaan kegiatan usaha di daerah (Firdausy, 2002; Ilyas Saad, 2002).
Dalam situasi dan kondisi ekonomi yang belum kondusif ini, pengembangan kegiatan
usaha kecil dan menengah (selanjutnya disebut UKM) dianggap sebagai satu alternatif 
penting yang mampu mengurangi beban berat yang dihadapi perekonomian nasional 
dan daerah. Argumentasi ekonomi dibelakang ini yakni karena UKM merupakan 
kegiatan usaha 
dominan yang dimiliki bangsa ini. Selain itu pengembangan kegiatan UKM relatif 
tidak memerlukan kapital yang besar dan dalam periode krisis selama ini UKM relatif
Utahan 
banting", terutama UKM yang berkaitan dengan kegiatan usaha pertanian. 
Depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika telah menyebabkan UKM dalam sektor
pertanian dapat mengeruk keuntungan yang relatif besar. Sebaliknya, UKM yang 
tergantung pada input import mengalami keterpurukan dengan adanya gejolak 
depresiasi rupiah ini.
Tulisan singkat ini bertujuan untuk mediskusikan prospek bisnis UKM dalam era 
perdagangan bebas dan otonomi daerah. Untuk membahas topik ini, berikut akan 
diuraikan potensi dan kontribusi UKM terhadap perekonomian nasional sebagai latar 
belakang analisis. Kemudian, didiskusikan upaya apa yang harus dilakukan 
dalam pengembangan UKM 
khususnya di daerah dalam menghadapi perdagangan bebas dan otonomi daerah.

Potensi dan Kontribusi UKM terhadap Perekonomian
Usaha kecil dan menengah (UKM) memegang peranan penting dalam 
ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha (establishment) maupun dari 
segi penciptaan lapangan kerja. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan Kantor 
Menteri Negara untuk Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 
(Menegkop & UKM), usaha-usaha kecil termasuk usaha-usaha rumah tangga
atau mikro (yaitu usaha dengan
jumlah total penjualan (turn over) setahun yang kurang dari Rp. 1 milyar), 
pada tahun 2000 meliputi 99,9 persen dari total usaha-usaha yang bergerak 
di Indonesia. Sedangkan 
usaha-usaha menengah (yaitu usaha-usaha dengan total penjualan tahunan yang
berkisar antara Rp. 1 Milyar dan Rp. 50 Milyar) meliputi hanya 0,14 persen dari 
jumlah total usaha. Dengan demikian, potensi UKM sebagai keseluruhan meliputi 
99,9 per sen dari jumlah total usaha yang bergerak di Indonesia.
Besarnya peran UKM ini mengindikasikan bahwa UKM merupakan sektor usaha 
dominan dalam menyerap tenaga kerja. Berdasarkan survei yang dilakukan BPS (2000), 
pad a tahun 1999 usaha-usaha kecil (termasuk usaha rumah tangga) mempekerjakan
88,7 persen dari seluruh angkatan kerja Indonesia., sedangkan usaha 
menengah mempekerjakan sebanyak 10,7 persen. Ini berarti bahwa UKM
mempekerjakan
sebanyak 99,4 persen dari seluruh angkatan kerja Indonesia. Disamping ini 
nilai tambah bruto total yang dihasilkan usaha-usaha kecil secara keseluruhan 
meliputi 41,9 per sen dari 
Produk Domestik Bruto (POB) Indonesia pad a tahun 1999, sedangkan 
usaha-usaha menengah secara keseluruhan menghasilkan 17,5 persen dari 
POB (Iihat juga Thee Kian Wie, 2001). Dengan demikian, nilai tambah bruto 
total yang dihasilkan UKM secara keseluruhan hampir sebesar 60 persen dari
POB (TabeI1).
Tabel1. Jumlah tenaga kerja dan kontribusi UKM pada PDB, 1999 

Usaha Kecil
(termasuk mikro)
Usaha
Menengah
Usaha Kecil
Dan Menengah
Usaha
Besar
Total
Jumlah Usaha
36.761.689
(99.85%)
51.889
(0.14%)
36.813.588
(99.99%)
1831
(0.01%)
36.816.409
(100.0%)

Sumber :
 Buku perekonomian indonesia,penerbit ghalia indonesia

0 komentar:

Posting Komentar