Senin, 26 Desember 2011

Review Jurnal Ekonomi Koperasi 23

Nama Kelompok :

Airin Akte Savira / 20210444 (airinsavira_04)
Dessy lestari / 21210848 (dessy.lestari)
Juni Erbina Saragih / 23210813 (junierbinasaragih)
Siti Amanah / 26210579 (siti_amanah10)
Yuli Chatrine Castro /28210741 (chaterinecastro)

Sumber : http://www.smecda.com/kajian/files/jurnal/_8_%20Jurnal_lembaga_keuangan_alt.pdf


KAJI TINDAK PENINGKATAN PERAN KOPERASI DAN UKM SEBAGAI
LEMBAGA KEUANGAN ALTERNATIF
Jannes Situmorang*


Abstrak
Penilaian ini memiliki tujuan) suatu. Untuk menilai efektivitas dan efisiensi
pembiayaan alternatif institusi dan perannya dalam sistem pembiayaan dan UKM
Koperasi; b). Untuk merumuskan strategi dan program tindakan untuk meningkatkan peran
alternatif pembiayaan lembaga dalam sistem pembiayaan UKM dan Koperasi.
Penilaian dilakukan dalam sembilan (9) propinsi dengan BMT mempelajari objek dalam bentuk dan KSM
Sa'riah Koperasi. Sampel ditentukan melalui analisis purposive dan data dengan menggunakan
deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BMT sangat efektif dan efisien dalam
melayani permintaan pembiayaan modal kerja jangka pendek bagi usaha mikro & usaha kecil. dalam
melakukan bisnis, BMT menggunakan prinsip penyajian yang sederhana, murah dan cepat. Di tengah-tengah
krisis ekonomi dan skala runtuhnya bank-bank besar, tetapi aset BMT tumbuh di
kisaran 200% sampai 500% per tahun. BMT bisnis memperoleh keuntungan yang signifikan dan keuntungan
bagi pemiliknya. Kredit prosedur aplikasi tidak rumit, dalam waktu relatif singkat
waktu, ada persyaratan agunan, dan jaminan adalah dorong para pemimpin informal atau lokal
pemerintah yang sangat tahu tentang karakter, kepribadian dan latar belakang
debitur. Yang unik dari BMT dari lembaga pembiayaan lainnya adalah bahwa kepentingan / keuangan yang diberikan
kepada klien / anggota selalu dibahas dan disepakati dan fleksibel. Jika debitur tidak dapat
pengembalian pinjaman sama sekali dengan alasan kebangkrutan misalnya sehingga pinjaman akan
terhapus. Dalam rangka posisi keuangan BMT tidak mengganggu oleh Baitul Maal.
 
 I. PENDAHULUAN
 
 1. Latar Belakang
 Pembinaan dan pengembangan koperasi dan UKM bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan perannya sebagai bagian integral dalam perekonomian nasional. Tujuan lainnya untuk menumbuhkannya menjadi usaha yang efisien, sehat dan mandiri dan mampu menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Dalam
kenyataannya, koperasi dan UKM belum mampu menunjukkan perannya secara optimal seperti yang diharapkan. Hal ini terjadi karena adanya hambatan dan kendala yang bersifat internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan koperasi dan UKM.
 
2. Rumusan Masalah
Karena belum adanya penilaian terhadap kinerja lembaga keuangan alternatif dalam
mengembangkan program pemberdayaan ekonomi rakyat, maka timbul pertanyaan
berikut:
1). Apakah usaha lembaga keuangan alternatif sudah efektif dan efisien dan
bagaimana peranannya dalam sistem pembiayaan koperasi dan UKM?
2). Bagaimana rumusan strategi dan program aksi peningkatan peran lembaga
keuangan alternatif dalam sistem pembiayaan koperasi dan UKM?
3. Tujuan dan Manfaat
Kajian ini bertujuan untuk:
1). Mengkaji efektivitas dan efisiensi usaha lembaga keuangan alternatif dan
peranannya dalam sistem pembiayaan koperasi dan UKM.
2). Merumuskan strategi dan program aksi peningkatan peran lembaga keuangan
alternatif dalam sistem pembiayaan koperasi dan UKM.
Hasil kajian ini dapat dimanfaatkan sebagai rekomendasi bagi penyempurnaan
kebijaksanaan yang dapat mendorong peningkatan peran koperasi jasa keuangan
sebagai lembaga keuangan alternatif.
 
II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian
Beberapa ahli mendefinisikan lembaga keuangan alternatif sebagai lembaga
pendanaan di luar sistem perbankan konvensional dengan sistem bunga. Lembaga
keuangan alternatif meliputi Perusahaan Modal Ventura, Leasing, Factoring (anjak
piutang), Guarantee Fund, Perbankan Syariah, Koperasi Syariah dan Baitul Maal
Wat Tamwil (BMT). Suhadi Lestiadi (1998), menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan lembaga keuangan alternatif adalah suatu lembaga pendanaan yang
mengakar di tengah-tengah masyarakat, dimana proses penyaluran dananya
dilakukan secara sederhana, murah dan cepat dengan prinsip keberpihakan kepada
masyarakat kecil dan berazaskan keadilan.
Prinsip dari kegiatan lembaga ini adalah memobilisasi dana dari kelompok
masyarakat yang mengalami surplus dana dan kemudian mengalokasikannya
kepada kelompok masyarakat yang kekurangan dana atau masyarakat yang deficit
dana. Ada dua cara dalam menjalankan usahanya. Pertama, menganut sistem
bunga, artinya kepada setiap penyimpan diberikan bunga sebagai imbalan atas
tabungannya dan kepada setiap peminjam juga dikenakan bunga sebagai balas jasa
kepada pemilik dana. Kedua, menganut sistem syariah (bagi hasil) yang sering
disebut sistem Islam.

2. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT)
Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan istilah Balai Mandiri Terpadu (BMT) merupakan salah satu lembaga pendanaan alternatif yang beroperasi di tengah masyarakat akar rumput. Pinbuk (1995) menyatakan bahwa BMT merupakan lembaga ekonomi rakyat kecil yang
berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi pengusaha kecil dan berdasarkan prinsip syariah dan koperasi. BMT memiliki dua fungsi yaitu : Pertama, Baitul Maal menjalankan fungsi untuk memberi santunan kepada kaum miskin dengan menyalurkan dana ZIS
(Zakat, Infaq, Shodaqoh) kepada yang berhak; Kedua, Baitul Taamwil menjalankan fungsi menghimpun simpanan dan membeayai kegiatan ekonomi rakyat dengan menggunakan Sistem Syariah.
Untuk menunjang permodalan, BMT membuka
kesempatan untuk mendapatkan sumber permodalan yang berasal dari zakat, infaq,
dan shodaqoh dari orang-orang tersebut. Hasil studi Pinbuk (1998) menunjukkan
bahwa lembaga pendanaan yang saat ini berkembang memiliki kekuatan antara lain:
a). mandiri dan mengakar di masyarakat,
b). bentuk organisasinya sederhana,
c).sistem dan prosedur pembiayaan mudah, 
d). memiliki jangkauan pelayanan kepada pengusaha mikro. 
Kelemahannya adalah : 
a). skala usaha kecil, 
b). permodalan
terbatas,
c). sumber daya manusia lemah,
d). sistem dan prosedur belum baku.
Untuk mengembangkan lembaga tersebut dari kelemahannya perlu ditempuh cara-cara
pembinaan sbb: 
a). pemberian bantuan manajemen, peningkatan kualitas SDM dalam bentuk pelatihan, standarisasi sistem dan prosedur, 
c). kerjasama dalm penyaluran dana, 
d). bantuan dalam inkubasi bisnis.
 
3. Pola Tabungan dan Pembiayaan

1). Tabungan
Tabungan atau simpanan dapat diartikan sebagai titipan murni dari orang atau
badan usaha kepada pihak BMT. 
Jenis-jenis tabungan/simpanan adalah sebagai
berikut: (1). Tabungan persiapan qurban; 
(2). Tabungan pendidikan; 
(3).Tabungan persiapan untuk nikah; 
(4). Tabungan persiapan untuk melahirkan;
(5). Tabungan naik haji/umroh; 
(6). Simpanan berjangka/deposito;
(7). Simpanan khusus untuk kelahiran; 
(8). Simpanan sukarela; 
(9). Simpanan hari tua; 
(10). Simpanan aqiqoh.
2). Pola Pembiayaan
Pola pembiayaan terdiri dari bagi hasil dan jual beli dengan mark up
(1). Bagi Hasil
Bagi hasil dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT
dengan penyedia dana (penyimpan/penabung).
Bagi hasil ini dibedakan atas:
· Musyarakah,
· Mudharabah,
· Murabahah,
· Muzaraah,
· Wusaqot,

(2). Jual Beli dengan Mark Up (keuntungan)
Jual beli dengan mark up merupakan tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya, BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT
bertindak sebagai penjual kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli tambah keuntungan bagi BMT atau sering disebut margin/mark up.
Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi kepada penyedia dan penyimpan dana. Jenis-jenisnya adalah:
· Bai Bitsaman Ajil (BBA), adalah proses jual beli dimana pembayaran
dilakukan secara lebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan
kemudian.
· Bai As Salam, proses jual beli dimana pembayaran dilakukan terlebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian.
· Al Istishna, adalah kontrak order yang ditandatangani bersamaan antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan jenis barang tertentu.
· Ijarah atau Sewa, adalah dengan memberi penyewa untuk mengambil pemanfaatan dari sarana barang sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati bersama.
· Bai Ut Takjiri, adakah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan. Dalam kontrak ini pembayaran sewa telah diperhitungkan sedemikian rupa sehingga padanya merupakan pembelian terhadap
barang secara berangsur.
· Musyarakah Mustanaqisah, adalah kombinasi antara musyawarah dengan ijarah (perkongsian dengan sewa). Dalam kontrak ini kedua belah pihak yang berkongsi menyertakan modalnya masing-masing.
3). Pembiayaan Non Profit
Sistem ini disebut juga pembiayaan kebajikan. Sistem ini lebih bersifat sosial
dan tidak profit oriented. Sumber dan pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya,
tidak seperti bentuk-bentuk pembiayaan lainnya
.
4. Pembentukan BMT
Tujuan pembentukan BMT adalah untuk memperbanyak jumlah BMT sedangkan
tujuan BMT itu sendiri adalah untuk : 1) memajukan kesejahteraan anggota dan
masyarakat umum, 2) meningkatkan kekuatan dan posisi tawar pengusaha kecil
dengan pelaku lain.

5. Pembiakan BMT
BMT yang sudah mapan dan mempunyai pengelola yang terampil diharapkan dapat
membentuk BMT baru di luar wilayah kerjanya. Langkah-langkah membentuk
BMT adalah : 1) BMT yang sudah mapan sebagai BMT induk menempatkan
seorang atau lebih pengelola yang terampil sebagai manajer BMT di wilayah kerja
baru, 2) BMT induk memfasilitasi pembentukan BMT baru dan menyediakan
sarana dan prasarana, 3) Pengelola BMT baru dibawah bimbingan BMT induk
menyosialisasikan BMT pada masyarakat sekitar dan mulai beroperasi, 4) Pengelola
BMT baru memperkuat BMT-nya dengan merekrut pendiri, membentuk pengurus
dan menghimpun modal awal dari masyarakat sekitar. BMT induk bisa melepas
BMT baru apabila BMT baru sudah kuat dan mandiri.

III. METODE KAJIAN
1. Lokasi dan Objek Kajian
Kajian dilaksanakan di 9 (sembilan) propinsi yang meliputi : Sumatera Selatan,
Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB dan
Sulawesi Selatan. Objek telitian adalah BMT dan yang akan diteliti adalah aspek
kelembagaan dan keuangan usaha BMT itu sendiri.
2. Jenis Data
Jenis data yang dibutuhkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari lapangan yang berpedoman pada kuesioner yang sudah dipersiapkan
sebelumnya, sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan instansi terkait, baik di
pusat maupun di daerah.
3. Penarikan Sampel
BMT, baik yang berbentuk KSM maupun koperasi di masing-masing propinsi
dijadikan sebagai sampel, dengan total sampel 74 buah. Penarikan sampel
(sampling) dilakukan dengan purposive atas BMT yang berada di lingkungan
lembaga-lembaga keagamaan.
4. Model Analisis.
Data yang sudah terkumpul dari lapangan akan dianalisis dengan menggunakan
analisa deskriptif.
5. Organisasi Pelaksana dan Pembiayaan
Kajian ini ditangani satu tim yang terdiri dari Koordinator, Peneliti, Asisten Peneliti
dan Staf Administrasi yang dibiayi dari Anggaran Pembangunan Belanja Negara.

IV. HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN
1. Kinerja Lembaga Keuangan Alternatif
Faktor-faktor yang dianalisis meliputi : 1). Pelayanan mudah, murah dan cepat, 2).
Pertumbuhan asset BMT, 3). Kemampuan menyediakan pembiayaan, 4). Kebutuhan
tambahan modal, 5). Mobilisasi tabungan, 6). kemampuan menghasilkan laba, 7).Sarana Usaha.
2. KESEHATAN KELEMBAGAAN DAN KEUANGAN
Salah satu cara untuk melihat keberhasilan lembaga keuangan alternatif
adalah dengan melihat kinerja kesehatan kelembagaan dan keuangan. Sebagai
pedoman penilaian digunakan metoda yang dipakai PINBUK dalam menilai BMT.
1). Kesehatan Kelembagaan
Proses penilaian kelembagaan BMT dimulai dengan mengelompokkan
beberapa faktor atau komponen dasar yang diperkirakan sangat dominan
mempengaruhi kinerja kelembagaan BMT. Penilaian kesehatan kelembagaan
BMT dapat diwakili faktor-faktor berikut: (1). Peran serta masyarakat dalam
pendirian BMT, (2). Tingkat kemandirian, (3). Keaktifan pengurus BMT, dan
(4). Kualitas pengelola.
2). Kesehatan Keuangan
Analisis kesehatan keuangan BMT akan dapat mengungkap sejauhmana
pengelolaan usaha BMT dikelola, yang hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak terkait: seperti para pendiri,
pemilik/anggota, nasabah/peminjam, para Pembina BMT. Banyak cara yang
dipakai untuk menilai kesehatan keuangan BMT seperti : (1). Struktur
permodalan, (2). Kualitas aktiva produktif, (3). Likuiditas, (4). Rentabilitas,
dan (4). Efisiensi.

V. KESIMPULAN 
1. Kesimpulan
1). Dilihat dari prosedur pembiayaan dan jangkauan pelayanannya, BMT
merupakan lembaga keuangan alternatif yang sangat efektif dalam melayani
kebutuhan pembiayaan modal kerja jangka pendek yang sangat diperlukan
pengusaha kecil mikro. Dalam menjalankan usahanya, baik BMT yang
berbentuk KSM maupun berbentuk koperasi menggunakan prinsip-prinsip
koperasi yang orientasi pelayanannya selalu berpegang pada prinsip
sederhana, murah dan cepat.
2). Perkembangan asset BMT yang sangat cepat ditentukan adanya mobilisasi
dana dari pihak ketiga serta cepatnya perputaran pengembalian pinjaman para
nasabah yang selanjutnya dipinjamkan kepada nasabah lain.
3). Lembaga keuangan ini dapat menghasilkan profit yang cukup besar dan sangat
menguntungkan para pemiliknya.
4). Pada umumnya BMT yang diteliti menggunakan pola pembiayaan
mudharabah dan Bai Bitsaman Aji (BBA). Pola pembiayaan BBA punya
keunggulan karena punya tingkat perputaran yang sangat tinggi, berisiko
rendah dan memberikan margin keuntungan yang relatif besar.



DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (1995). Pedoman Cara Pembentukan BMT. Pinbuk, Jakarta.
Anonim, (1995). Peraturan Dasar dan Contoh AD/ART BMT. PINBUK, Jakarta.
Anonim, (1995). Pedoman Penilaian Kesehatan BMT. PINBUK, Jakarta.
Lestiadi, Suhadji, (1998). Peranan Bank Muamalat Dalam Mengembangkan Lembaga
Keuangan Alternatif. Jakarta.
Masngudi, (1998). Koperasi Pembiayaan Indonesia. Jakarta.
Usman, Marzuki (1998). Strategi Pengembangan Pembiayaan Pengusaha Kecil, Menengah
dan Koperasi Menghadapi Perdagangan Bebas.
Kewirausahaan Muslim, (1996). “ Mitra Usaha Kecil” Pemberdayaan Ekonomi Rakyat.
Majalah PINBUK.



Review Jurnal Ekonomi Koperasi 22

JURNAL EKONOMI KOPERASI (PERKEMBANGAN EKONOMI DI INDONESIA)

Airin Akte Savira / 20210444 (airinsavira_04)
Dessy lestari / 21210848 (dessy.lestari)
Juni Erbina Saragih / 23210813 (junierbinasaragih)
Siti Amanah / 26210579 (siti_amanah10)
Yuli Chatrine Castro /28210741 (chaterinecastro)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi.
Koperasi yang didirikan pertama kali yaitu koperasi perkreditan yang bertujuan untuk membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Dengan adanya koperasi diharapkan akan dapat meringankan beban rakyat terhadap hutang yang lebih menyengsarakan rakyat akibat bunga yang terlalu tinggi.
1.2Rumusan Masalah
Koperasi yang didirikan pertama kali yaitu koperasi perkreditan yang bertujuan untuk membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Dengan adanya koperasi diharapkan akan dapat meringankan beban rakyat terhadap hutang yang lebih menyengsarakan rakyat akibat bunga yang terlalu tinggi. Namun dalam pelaksanaannya selalu saja mengalami hambatan, sehingga koperasi tidak dapat berkembang.
BAB I I
PEMBAHASAN
1.1Keadaan Perekonomian Indonesia Pada Masa Ekonomi Liberal
Sistem ekonomi liberal mulai dilaksanakan di Hindia Belanda (nama Indonesia ketika masih dijajah Belanda) setelah pemerintah kolonial Belanda menghentikan pelaksanaan “Cultuur Stelseel (sistem tanam paksa). Sejak saat ini para penanam modal/usahawan Belanda berlomba menginvestasikan dananya ke Hindia Belanda. Bangsa Belanda melakukan praktik penindasan, pemerasan dan pemerkosaan hak tanpa prikemanusiaan makin berlangsung ganas, sehingga kemudian kehidupan sebagian besar rakyat di bawah batas kelayakan hidup.
Dalam keadaan hidup demikian, pihak kolonial terus-menerus mengintimidasi penduduk pribumi sehingga kondisi sebagian besar rakyat sangat memprihatinkan. Di samping itu para rentenir, pengijon dan lintah darat turut pula memperkeruh suasana. Mereka berlomba mencari keuntungan yang besar dan para petani yang sedang menghadapi kesulitan hidup, sehingga tidak jarang terpaksa
melepaskan tanah miliknya sehubungan dengan ketidakmampuan mereka mengembalikan hutang-hutangnya yang membengkak akibat sistem bunga berbunga yang diterapkan pengijon.
1.2Timbulnya Cita -Cita Pembentukan Koperasi di Indonesia
Penindasan yang terus menerus terhadap rakyat Indonesia berlangsung cukup lama menjadikan kondisi umum rakyat parah. Namun demikian masih beruntung semangat bergotong royong masih tetap tumbuh dan bahkan berkembang makin pesat. Di samping itu kesadaran beragama juga semakin tinggi. Pada saat itulah mulai tumbuh keinginan untuk melepaskan dari keadaan yang selama ini mengungkung mereka. Pemerintah Hindia Belanda tak segan- segan menyiksa mereka baik fisik maupun mental. Sementara itu para pengijon dan lintah darat memanfatkan kesempatan dan keadaan mereka sehingga makin banyak yang terjepit hutang yang mencekik leher. Dari keadaan itulah timbul keinginan untuk membebaskan kesengsaraan rakyat dengan membentuk koperasi.
Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI.
Adanya Politik Etis Belanda membuktikan adanya beberapa orang Belanda yang turut memikirkan nasib penderitaan/kesengsaraan rakyat Indonesia seperti halnya berkaitan dengan koperasi tanah air kita yaitu E. Sieburgh dan De Wolf van Westerrede. Kedua nama tersebut banyak kaitannya dengan perintisan koperasi yang pertama-tama di tanah air kita, yaitu di Purwokerto.
1.3 Terwujudnya Pendirian Koperasi
Sementara itu pergerakan nasional untuk mengusir penjajah tumbuh di mana-mana. Kaum pergerakan pun dalam memperjuangkan mereka memanfaatkan sektor perkoperasian ini. Titik awal perkembangan perkoperasian di bumi Nusantara ini bertepatan dengan berdirinya perkumpulan “Budi Utomo” pada tahun 1908.
Pergerakan kebangsaan yang dipimpin oleh Sutomo dan Gunawan Mangunkusumo inilah yang menjadi pelopor dalam industri kecil dan kerajinan melalui keputusan Kongres Budi Oetomo di Yogyakarta kala itu ditetapkan, bahwa:
•Memperbaiki dan meningkatkan kecerdasan rakyat melalui bidang
pendidikan.
•Memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui koperasi
Sebagai wujud pelaksanaan keputusan kongres tersebut, maka dibentuldah koperasi konsumsi dengan nama “Toko Adil”. Sejak saat inilah arus gerakan koperasi internasional mulai masuk mempengaruhi gerakan koperasi Indonesia, yaitu terutama melalui penggunaan sendi-sendi dasar atau prinsip-prinsip Rochdale itu.
Sendi-sendi dasar demokrasi serta dimensi kesamaan hak mulai dikenal dan diterapkan. Dan pada tahun 1912, sendi dasar ini juga yang dipakai oleh organisasi Serikat Islam.
1.4Campur Tangan Belanda Dalam P erkembangan Koperasi Indonesia
Pemerintah Hindia Belanda bersikap tak acuh dan apatis terhadap gejala yang tumbuh di dalam kehidupan beroganisasi di kalangan penduduk pribumi saat itu. Baru pada tahun 1915 disadari bahaya laten dan sendi-sendi dasar demokrasi yang dianut pergerakan-pergerakan rakyat itu. Pemerintah kolonial lalu mengeluarkan peraturan yang pertama kali mengatur cara kerja koperasi, yang sifatnya lebih membatasi ruang gerak perkoperasian. Karena Belanda khawatir koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, mengeluarkan UU no. 431 tahun 19 yang isinya yaitu :
-Harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi
-Sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa
-Harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral
-Proposal pengajuan harus berbahasa Belanda
Hal ini menyebabkan koperasi yang ada saat itu berjatuhan karena tidak mendapatkan izin Koperasi dari Belanda. Namun setelah para tokoh Indonesia mengajukan protes, Belanda akhirnya mengeluarkan UU no. 91 pada tahun
1927, yang isinya lebih ringan dari UU no. 431 seperti :
- Hanya membayar 3 gulden untuk materai
- Bisa menggunakan bahasa derah
- Hukum dagang sesuai daerah masing-masing
- Perizinan bisa di daerah setempat
Koperasi menjamur kembali hingga pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Adanya peraturan yang baru ini membuat pergerakan perkoperasian nasional mengalami kesulitan untuk berkembang. Kesulitan pelaksanaan koperasi tidak saja dialami oleh Budi Oetomo, melainkan juga dialami oleh pergerakan- pergerakan lainnya, seperti Serikat Dagang Islam (SDI) yang dilahirkan pada tahun 1911 silam dipimpin oleh H. Samanhudi.
1.5Koperasi Indonesia Pada Masa P endudukan Jepang
Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Pada masa Jepang berkuasa di Indonesia koperasi tidak mengalami perkembangan tetapi justru mengalami kehancuran. Jepang lalu mendirikan ”Kumiai”, yaitu koperasi model Jepang.
Tugas Kumiai mula-mula menyalurkan barang-barang kebutuhan rakyat
yang pada waktu itu sudah mulai sulit kehidupannya. Politik tersebut sangat menarik perhatian rakyat sehingga dengan serentak di Indonesia dapat didirikan Kumiai sampai ke desa-desa. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat.Jelaslah bahwa Kumiai sangat merugikan perekonomian rakyat, sehingga kepercayaan rakyat terhadap koperasi hilang. Hal ini merupakan kerugian moral untuk pertumbuhan koperasi selanjutnya.















http://d3d3v1a.wordpress.com/2010/10/14/jurnal-ekonomi-koperasi-perkembangan-ekonomi-di-indonesia/



Review Jurnal Ekonomi Koperasi 21

KAJIAN TENTANG PROFIL UKM SUKSES
Rr. Gunari Budiretnowati*)


Nama Kelompok :
Airin Akte Savira / 20210444 (airinsavira_04)
Dessy lestari / 21210848 (dessy.lestari)
Juni Erbina Saragih / 23210813 (junierbinasaragih)
Siti Amanah / 26210579 (siti_amanah10)
Yuli Chatrine Castro /28210741 (chaterinecastro)
 
Sumber : http://www.smecda.com/kajian/files/Jurnal_3_2008/03_Gunari.pdf

Abstrak
Sukses UKM kelompok adalah kelompok UKM yang mampu untuk memanfaatkan yang tersedia
sumber daya ekonomi yang rendah memiliki nilai termasuk limbah menjadi bernilai ekonomi tinggi
komoditas. Itu juga membuktikan bahwa kelompok UKM mampu melaksanakan usahanya
kegiatan yang memiliki nilai tambah yang signifikan sehingga menghasilkan nama dan reputatuon yang
adalah wajar untuk mengembangkan kehidupan mereka.
Dalam ketenaran dari pengembangan bisnis UKM sukses, peran suppporting
lembaga pemberdayaan UKM dianggap hended institusi terutama keuangan,
survei dan pemasaran. Salah satu advine hasil penilaian ini dalam rangka doping dengan
enemployment dan pengentasan kemiskinan sedang melakukan replikasi sukses untuk UKM
lain orang atau di tempat lain berdasarkan praktek terbaik dari UKM sukses dapat
dimulai dengan standardisasi trices keberhasilan UKM melalui discusion, pengelompokan
jenis bisnis dan penilaian tingkat keberhasilan bisnis dan dampak lagi ke lingkungan.
Dampak dari UKM sukses harus ditinjau secara komprehensif mulai dari aspek produksi, sosial ekonomi dan polusi lingkungan.

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sampai dengan akhir tahun 2006 BPS menginformasikan bahwa
jumlah UKM yang ada di Indonesia sudah mencapai 48,258 juta, atau
99,99% unit usaha yang ada. Kelompok usaha ini mampu menyerap tenaga
kerja lebih kurang 96,3% dari jumlah tenaga kerja produktif yang tersedia.
Sedangkan sumbangannya terhadap PDB mencapai 53,4%. Data tersebut
mengindikasikan bahwa pada dasarnya UKM merupakan kelompok usaha
yang memiliki potensi besar untuk mengatasi masalah kemiskinan dan
pengangguran.UKM sukses adalah kelompok UKM yang mampu memanfaatkan sumberdaya tersedia terutama yang bernilai ekonomi rendah termasuk limbah menjadi barang-barang yang benilai ekonomi tinggi. Berbagai produk UKM sukses telah membuktikan bahwa kelompok UKM ini telah mampu melakukan kegiatan usaha yang memiliki nilai tambah cukup besar seperti pengrajin bonggol kayu yang menghasilkan meja dan kursi dengan nilai tambah mencapai lebih dari 600%, atau pengrajin eceng gondok yang
bukan saja mampu menjual produknya dengan harga yang mencapai lebih dari 500% dibandingkan dengan harga bahan baku yang digunakannya  tetapi juga telah mengurangi pencemaran lingkungan sehingga dapat
mengurangi externality economics yang sebelumnya harus ditanggung oleh masyarakat. Keberhasilan UKM sukses ternyata tidak hanya karena keahlian yang dimiliki, tetapi juga dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: a) Jiwa kewirausahaan dan kreatifitas individual yang melahirkan inovasi; b) ketersedian bahan baku, iklim usaha, dukungan finansial, ketersediaan informasi baik pengetahuan dan teknologi, ketersediaan pasar dan dukungan infrastruktur.
Profil UKM sukses adalah gambaran morphologis dari UKM yang bersangkutan dilihat dari aspek usaha dan sifat kewirausahaan dari pengusaha UKM tersebut. Hal tersebut terlihat dari antara lain kemampuannya dalam menciptakan nilai tambah dari produk-produk yang dihasilkan serta kemampuannya memanfaatkan potensi sumberdaya lokal dan sumberdaya alam.
1.2. Perumusan masalah
Kajian ini merupakan penelitian evaluatif, secara spesifik tidak ada masalah yang harus dipecahkan, tetapi lebih diarahkan pada evaluasi terhadap kinerja (output), potensi, peluang dan kendala yang dihadapi oleh
UKM sukses dalam mencapai kesuksesannya serta dalam upaya menularkan kesuksesan tersebut kepada orang lain-lain kelompok atau di tempat lain.
Pada dasarnya kajian ini adalah untuk menumbuhkan usaha baru
berdasarkan pengalaman UKM sukses. Oleh sebab penumbuhan usaha baru (UB) UKM yang akan dilaksanakan bukan terjadi secara alamiah sebagai bentuk perluasan usaha akibat perubahan permintaan (demand) atas produk yang dihasilkan, maupun perubahan dari sisi penawaran sebagai akibat dari
ketersediaan faktor-faktor produksi, tetapi merupakan usaha baru yang sengaja dibentuk sebagai derivasi turunan dari jenis usaha yang sudah ada (UKM sukses).
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa pada hakikatnya,
kajian ini adalah upaya untuk menjawab berbagai pertanyaaan dalam upaya
mendukung program penumbuhan UKM-UKM yang diinspirasikan dari
kelompok UKM sukses yaitu;
a) Seberapa jauh keberhasilan kelompok
UKM sukses dalam memanfaatkan sumberdaya lokal;
b) Apa saja kiat-kiat
yang digunakan yang secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi keberhasilan kelompok UKM sukses;
c) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberhasilan kelompok UKM sukses serta seberapa
besar pengaruh dari setiap faktor tersebut;
d) Seberapa besar peluang replikasi usaha dari UKM sukses.
1.3. Tujuan Pengkajian
Tujuan pokok kajian adalah untuk: a) Mengetahui tingkat
keberhasilan (Sukses) dari kelompok UKM, dari aspek ekonomi dan sosial;
b) Mengetahui kemampuan kewirausahaan, kreatifitas dan kemampuan
inovatif dari kelompok UKM sukses; c) Menemukenali berbagai kendala
dan permasalah yang dihadapi oleh UKM dalam rangka mengembangkan
daya kreatifitas dan inovasi yang dimiliki untuk perluasan usaha dan atau
membuka usaha baru.
1.4. Manfaat Pengkajian
Manfaat kajian adalah didapatkannya gambaran kongkret tentang
profil UKM sukses yang akan digunakan; a) Sebagai bahan dalam
penyusunan best practice UKM sukses; b) Sebagai bahan acuan bagi para
pengambil kebijakan dalam menetapkan keputusan yang berkaitan dengan
pembangunan UKM.
II. KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Kerangka Dasar Pengkajian
Profil UKM sukses adalah gambaran morphologis dari UKM yang bersangkutan dilihat dari aspek usaha dan sifat kewirausahaan dari pengusaha UKM tersebut. Dari aspek usaha profil UKM sukses dapat dilihat
dari kemampuannya dalam menciptakan nilai tambah dari produk-produk yang dihasilkan, efisiensi penggunaan modal, serta laba yang diperoleh. Berbagai hasil penelitian antara lain yang dilakukan oleh
Departemen Koperasi dan UKM tahun 1996 menyebutkan bahwa kewirausahaan merupakan kunci dari keberhasilan UKM.
menurut Mc Clelland (1961) adalah kemampuan seseorang untuk melihat
peluang bisnis, melaksanakan bisnis dan keberaniannya menanggung resiko
kerugian dari bisnis tersebut.
Dengan memperhatikan karakteristik pengusaha, jenis usaha dan
berbagai definisi tentang kewirausahaan maka dalam kajian ini wirausaha
diartikan sebagai: 1) Kemampuan seseorang untuk melihat peluang usaha,
memanfaatkan peluang dan keberanian menanggung resiko kerugian dari
usaha yang dilaksanakannya tersebut; 2) Memiliki daya kreativitas dan daya
inovasi yang kuat; 3) Mempunyai kemampuan manajerial; dan 4)
Menguasai pengetahuan tentang bisnis secara mendalam (Timmon, Smollen
& Dingee, 1985), serta; 5) Berperilaku dengan tujuan membentuk suatu
organisasi usaha. Berdasarkan definisi kerja tersebut, maka keberhasilan
UKM sukses, terlihat sangat erat kaitannya dengan kewirausahaan dari
pengusaha, karena unit usaha sejenis ini hanya dapat tumbuh jika ada
wirausahawan yang mampu berkreasi mengeluarkan suatu inovasi baru atau
wirausaha yang berkeinginan memperluas usahanya atau mengembangkan
produk sebelumnya dengan inovasi baru.
III. RUANG LINGKUP PENGKAJIAN
3.1. Ruang Lingkup Materi
Sesuai dengan tujuan dan manfaat yang diharapkan dari kajian ini
maka ruang lingkup materi kajian adalah
1) Melakukan pengumpulan dan identifikasi data yang berkaitan dengan
kriteria/sifat dan keberhasilan yang membangun profil UKM sukses
2) faktor-faktor yang diduga berpengaruh strategis terhadap keberhasilan
usaha UKM sukses
3) Informasi yang berkaitan dengan potensi dan permasalahan yang
dihadapi dalam usaha membangun UKM sukses
4) Menyusun Profil dari UKM sukses yang dijadikan sample dalam
pengkajian
3.2. Ruang lingkup lokasi kajian
Kajian ini dilaksanakan Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK
tahun 2007 di 5 (lima) propinsi contoh yaitu Propinsi Sumatera Utara, D.I.
Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan dan Kalimantan
Selatan.
IV. METODA PENELITIAN DAN ANALISIS
4.1. Metoda Pengkajian
Kajian ini dilakukan dengan metoda sample survey dengan sampel
berciri tertentu yaitu: a) UKM sukses pada berbagai aspek usaha; b)
Memanfaatkan sumberdaya tersedia yang bernilai rendah terutama limbah;
c) memiliki keragaman potensi dan masalah.
Untuk menentukan model profil usaha UKM sukses dianalisis
berdasarkan: a) Faktor dominan penciri kualitas kewirausahaan; b)
hubungan (korelasi) antar aspek pengusaha (pribadi dan jiwa
kewirausahaan) dengan sukses usaha. Sesuai dengan teknik penarikan
simple di atas maka, sample lokasi kajian ditetapkan berdasarkan batasanbatasan
tertentu yaitu: a) Jumlah UKM sukses; b) Potensi sumberdaya alam
yang tersedia di lokasi (propinsi contoh) tersebut, serta; c) keragaman
masalah yang dihadapi di daerah. Pada masing-masing propinsi kemudian
akan ditetapkan responden sample. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun secara terstruktur.
Adapun responden yang akan diwawancarai terdiri dari: 1) Individu UKM
sukses; 2) UKM lain yang berpotensi untuk mengembangkan kegiatan
inovatif yang telah dilakukan oleh UKM sukses; 3) Kalangan instansi
pemerintah maupun stakeholder lainnya di tingkat pusat dan di daerah; 4)
Kalangan Pembina UKM di tingkat propinsi/DI dan kab/kota.
4.2. Metoda Analisis
Analisis kuantitatif akan menggunakan beberapa model analisis ekonomi dan
matematik antara lain:
1) Analisa ekonomi sederhana berupa model analiasa Biaya manfaat
(benefit cost ratio).
2) Regresi linier berganda (multy variete analisys) untuk menentukan ada
tidaknya serta seberapa besar pengaruh independent variable terhadap
dependent variable.
3) adanya dugaan bahwa ada pengaruh silang antar tiap peubah bebas
(independet variable) terhadap kinerja peubah tetap (dependent
variable), maka akan digunakan model analisis regresi berjenjang (step
wise analisys).
V. HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS
5.1. Profil UKM Sukses
UKM sukses ini relatif sangat tinggi yaitu
mencapai Rp 29.409,5 per kg bahan baku. Dalam hal penggunaan bahan
baku dapat dikemukakan bahwa Bahan baku yang digunakan sebagian
besar (87,5%) berasal dari limbah yang ada di daerahnya, hanya sebagian
kecil yang didatangkan dari luar daerah, dan sebagian bernilai negatif
bagi lingkungan (merupakan polutant).
5.2. Keberhasilan UKM Sukses
Sesuai dengan kerangka kajian, profil UKM inovatif sukses, atau
UKM sukses dalam kajian ini diartikan sebagai “Gambaran Morphologis
UKM yang bersangkutan dilihat dari aspek :
1) Kewirausahaan yang diindikasikan dari a) Kreatifitasnya yang
melahirkan inovasi sehingga mampu menciptakan nilai tambah; b)
Kemampuannya untuk melihat peluang usaha dan memanfaatkan
peluang tersebut menjadi kesempatan kerja; c) Keberaniannya
menanggung resiko kerugian dari usaha yang dilaksanakan; d)
Kemampuan manajerial yang menghasilkan efisiensi sumberdaya yang
relatif tinggi, dan; e) Penguasaan pengetahuan tentang bisnis yan
ditekuni secara mendalam;
2) Keberhasilan usaha yang diindikasikan dari; a) Peningkatan nilai tambah
atas bahan baku yang digunakan; b) efisiensi penggunaan modal dan; c)
laba yang diperoleh;
3) Dari aspek pembangunan wilayah, profil UKM sukses dapat
diindikasikan dari a) kemampuannya memanfaatkan limbah atau barangbarang
yang mengganggu lingkungan menjadi barang yang bermanfaat
atau bernilai ekonomi; b) Kemampuannya dalam penyerapan tenaga
kerja dan; c) kemampuannya dalam memberikan sumbangan terhadap
Product Domestik Bruto (PDB).
5.3 Analisa faktor keberhasilan UKM sukses
Berdasarkan hasil analisa terhadap faktor keberhasilan UKM sukses di
lapang dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. bahwa sebagian besar (56,5%) UKM melaksanakan usaha berdasarkan ide yang didapatnya sendiri.
2. Dalam hal mengembangkan inovasi masih sangat kurang baik dalam hal kreativitas pribadi, maupun hubungan dengan lembaga-lembaga penelitian dan usaha menengah maupun usaha besar.
3. Dalam pengelolaan sistem produksi mengindikasikan bahwa rata-rata pengalaman UKM masih sangat kurang,
4. Ketersediaan sarana dan prasarana untuk UKM relatif masih sangat rendah.
5. Dalam hal pemilikan modal, sebagian kecil (Rp. 2.428.000 atau
16,04%), sedangkan modal pinjaman bagi hasil dan lain-lain mencapai
Rp 12.718.000 (73,96 %).
6. Dalam hal pemasaran sebagian besar (41,02 %) produk UKM
dipasarkan keluar negeri (ekspor) sisanya dipasarkan dalam wilayah
lokal (33,77) dan sebagian lainnya dipasarkan keluar daerah.

5.4. Pendalaman Kiat-Kiat UKM Sukses
Dari hasil pengamatan lapang seperti tersebut di atas, maka beberapa kiat
yang perlu diperhatikan dalam menyusun best practice UKM sukses yaitu
sbb:
14
1) Membakukan kiat kiat keberhasilan UKM melalui diskusi dengan
kelompok UKM sukses dan pakar;
2) Mengelompokan usaha jenis usaha serta pengkajian tingkat keberhasilan
usaha dan dampak keberhasilan tersebut terhadap lingkungannya;
3) Menyusun konsep kebijakan replikasi dalam bentuk petunuk teknis dan
petunjuk pelaksanaan replikasi;
4) Mempersiapkan SDM, parasana dan sarana yang diperlukan termasuk
pendidikan, pelatihan dan pendampingan serta;
5) Mempersiapkan solusi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi
UKM sukses dari semua aspek usahanya.
VI. KESIMPULAN
1). Rata-rata UKM sukses sudah memahami betul potensi ekonomi
daerahnya baik potensi fisik, SDM dan sumberdaya penunjang yaitu
sarana dan prasarana), maupun sumberdaya maya (potensi
kelembagaan).
2). Pengetahuan UKM tentang nilai ekonomi barang yang akan diproduksi
rendah. Kurangnya pengetahuan UKM menyebabkan UKM tidak
mendapatkan keuntungan yang sesuai dengan nilai tambah yang
dihasilkan. Sebagian besar nilai tambah terserap dalam sistem pasar.
3). UKM tidak bisa memperkirakan jenis resiko yang akan timbul dan besar
resiko yang harus ditanggung bila usaha mereka menghadapi hambatan.
4). Kemampuan manajerial dan kemampuan merencanakan kegiatan
bisnisnya cukup baik.


DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, (2007). Laporan Hasil Kajian Tentang Profil UKM Sukses. Kerjasama
Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK dengan PT. Teknovasi
Sejahtera Mandiri. Jakarta






Review Jurnal Ekonomi Koperasi 20 : MANAJEMEN KOPERASI MENUJU KEWIRAUSAHAAN KOPERASI

MANAJEMEN KOPERASI
MENUJU KEWIRAUSAHAAN KOPERASI



Nama Kelompok :

Airin Akte Savira / 20210444       (airinsavira_04)
Dessy lestari / 21210848              (dessy.lestari)
Juni Erbina Saragih / 23210813  (junierbinasaragih)
Siti Amanah / 26210579               (siti_amanah10)
Yuli Chatrine Castro /28210741   (chaterinecastro)

Sumber : http://www.manbisnis2.tripod.com/1_1_1.pdf


Abstrak 
Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia yang pantas untuk ditumbuhkembangkan sebagai
badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir. Membentuk jiwa
kewirausahaan koperasi di dalam diri para pengurus dan anggotanya adalah upaya
awal untuk menuju keberhasilan gerakan koperasi di tanah air.

Pendahuluan 
Dalam usaha pemulihan krisis ekonomi Indonesia dewasa ini, sesungguhnya
koperasi mendapatkan peluang (opportunity) untuk tampil lebih eksis. Krisis ekonomi
yang diawali dengan krisis nilai tukar dan kemudian membawa krisis hutang luar
negeri, telah membuka mata semua pemerhati ekonomi bahwa "fundamental
ekonomi" yang semula diyakini kesahihannya, ternyata hancur lebur. Para pengusaha
besar konglomerat dan industri manufaktur yang selama ini diagung-agungkan
membawa pertumbuhan ekonomi yang pesat pada rata-rata 7% pertahun, ternyata
hanya merupakan wacana. Sebab, ternyata kebesaran mereka hanya ditopang oleh
hutang luar negeri sebagai hasil perkoncoan dan praktik mark-up ekuitas, dan tidak
karena variabel endogenous. Setelah dicanangkan oleh pendiri negara kita, bahwa koperasi merupakan
lembaga ekonomi yang cocok dengan spirit masyarakatnya, yaitu azas kekeluargaan.
Bahkan disebutkan oleh Hadhikusuma (2000). Kekeluargaan adalah azas yang
memang sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia dan telah berurat akar
dalam jiwa bangsa Indonesia. Namun sampai saat ini dalam kenyataannya peran
koperasi untuk berkontribusi dalam perekonomian Indonesia belum mencapai taraf
signifikan.
Pencapaian misi mulia koperasi pada umumnya masih jauh dan idealisme
semula. Koperasi yang seharusnya mempunyai amanah luhur, yaitu membantu
pemerintah untuk mewujudkan keadilan ekonomi dan sosial, belum dapat menjalani
peranannya secara maksimal. Citra koperasi di masyarakat saat ini identik dengan badan usaha marginal,
yang hanya bisa hidup bila mendapat bantuan dari pemerintah. Hal ini sebenarnya
tidak sepenuhnya benar, karena banyak koperasi yang bisa menjalankan usahanya
tanpa bantuan pemerintah. Tantangan koperasi ke depan sebagai badan usaha adalah
harus mampu bersaing secara sehat sesuai etika dan norma bisnis yang berlaku .
Pendapat mengenai keberadaan unit usaha koperasi dalam sistem ekonomi
Indonesia, adalah: Pertama adalah yang mengutarakan perlunya mengkaji ulang
apakah koperasi masih perlu dipertahankan keberadaannya dalam kegiatan ekonomi Secara implisit pendapat ini menghendaki agar kita tidak perlu mempertahankan
koperasi sebagai unit usaha ekonomi.
Kedua, adalah pendapat yang memandang bahwa unit
usaha koperasi dipandang perlu untuk dipertahankan sekadar untuk tidak dianggap
menyeleweng dari UUD 1945.
Pendapat inilah yang selama ini hidup dalam pemikiran bara birokrat
pemerintahan. Ketiga, adalah pendapat yang menganggap bahwa koperasi sebagai
organisasi ekonomi rakyat yang harus dikembangkan menjadi unit usaha yang kukuh
dalam rangka proses demokratisasi ekonomi.
Pendapat ini mendasarkan pada semangat dan cita-cita kemerdekaan Indonesia
yang ingin mengubah hubungan dialektik ekonomi, dari dialektik kolonial pada jaman
penjajahan kepada dialektik hubungan ekonomi yang menjadikan rakyat sebagai
kekuatan ekonomi (Sritua, 1997).
Tantangan bagi dunia usaha, terutama pengembangan Usaha Kecil
Menengah , mencakup aspek yang luas, antara lain : peningkatan kualitas SDM
dalam hal kemampuan manajemen, organisasi dan teknologi, kompetensi
kewirausahaan, akses yang lebih luas terhadap permodalan, informasi pasar yang
transparan, faktor input produksi lainnya, dan iklim usaha yang sehat yang
mendukung inovasi, kewirausahaan dan praktek bisnis serta persaingan yang sehat
(Haeruman, 2000).

Pengertian Koperasi
Menurut Undang-undang No. 25/1992, koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan orang-perorangan atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat
yang berdasarkan asas kekeluargaan (Sitio dan Tamba, 2001). Koperasi sebagai
organisasi ekonomi yang berwatak sosial sebagai usaha bersama berdasar asas-asas
kekeluargaan dan gotong royong (Widiyanti, 94). Ropke menyatakan makna koperasi
dipandang dari sudut organisasi ekonomi adalah suatu organisasi bisnis yang para
pemilik/anggotanya adalah juga pelanggan utama perusahaan tersebut.

Elemen yang terkandung dalam koperasi menurut International Labour
Organization (Sitio dan Tamba, 2001) adalah:
a. perkumpulan orang-orang,
b. penggabungan orang-orang tersebut berdasarkan kesukarelaan,
c. terdapat tujuan ekonomi yang ingin dicapai,
d. koperasi yang dibentuk adalah suatu organisasi bisnis (badan usaha) yang diawasi dan dikendalikan secara demokratis,
e. terdapat kontribusi yang adil terhadap modal yang dibutuhkan,
f. anggota koperasi menerima resiko dan manfaat secara seimbang.

Prinsip-Prinsip Koperasi
Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.
Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian
yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi. Perkoperasian di
Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 yang berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945, dan bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan
perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan
makmur (Koperindo.com, 2001 )
Prinsip-prinsip atau sendi-sendi dasar Koperasi menurut UU No. 12 tahun 1967,
adalah sebagai berikut.
a.Sifat keanggotaannya sukarela dan terbuka untuk setiap warg negara Indonesia
b.Rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi sebagai pencerminan demokrasi
dalam koperasi
c.Pembagian SHU diatur menurut jasa masing-masing anggota
d.Adanya pembatasan bunga atas modal
e.Mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan masya rakat pada umumnya
f.Usaha dan ketatalaksanaannya bersifat terbuka
g.Swadaya, swakarta, dan swasembada sebagai pencerminan prinsip dasar percaya pada diri sendiri
Menurut UU No. 25 Tahun 1992, prinsip-prinsip koperasi adalah sebagai
berikut:
Prinsip-prinsip koperasi adalah:
a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.
b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis.
c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya
jasa usaha masing-masing anggota.
d. Pemberian balas jasa tidak terkait dengan besarnya setoran modal.
e. Kemandirian
f. Pendidikan koperasi
g. Kerja sama antar koperasi
Permasalahan Koperasi
Untuk mampu bertahan di era globalisasi tentunya koperasi harus instropeksi atas kondisi yang ada pada dirinya. Intinya koperasi adalah badan usaha yang otonom. Problemnya adalah
otonomi koperasi sejauh ini menjadi tanda tanya besar. Karena bantuan pemerintah
yang begitu besar menjadikan otonomi koperasi sulit terwujud. Dalam dataran
konsepsional otonomi Koperasijuga mengandung implikasi bahwa badan usaha
koperasi seharusnya lepas dari lembaga pemerintah, artinya organisasi koperasi bukan
merupakan lembaga yang dilihat dari fungsinyaadalah alat administrasi langsung dari
pemerintah, yang mewujudkan tujuan-tujuan yang telah diputuskan dan ditetapkan
oleh pemerintah (Rozi dan Hendri, 1997).
Manajemen Koperasi
Koperasi merupakan lembaga yang harus dikelola sebagaimana layaknya lembaga
bisnis. Di dalam sebuah lembaga bisnis diperlukan sebuah pengelolaan yang efektif
dan efisien yang dikenal dengan manajemen.
Prof. Ewell Paul Roy mengatakan bahwa manajemen koperasi melibatkan 4
(empat) unsur yaitu: anggota, pengurus, manajer, dan karyawan. Seorang manajer
harus bisa menciptakan kondisi yang mendorong para karyawan agar
mempertahankan produktivitas yang tinggi. Karyawan merupakan penghubung antara
manajemen dan anggota pelanggan (Hendrojogi, 1997).
A.H. Gophar mengatakan bahwa manajemen koperasi pada dasarnya dapat
ditelaah dan tiga sudut pandang, yaitu organisasi, proses, dan gaya (Hendar dan
Kusnadi, 1999). Dari sudut pandang organisasi, manajemen koperasi pada prinsipnya terbentuk dan
tiga unsur: anggota, pengurus, dan karyawan. Dapat dibedakan struktur atau alat
perlengkapan onganisasi yang sepintas adalah sama yaitu: Rapat Anggota, Pengurus,
dan Pengawas.
Adapun lingkup keputusan masing-masing unsur manajemen koperasi adalah
sebagai berikut (Sitio dan Tamba, 2001):
a.Rapat Anggota merupakan pemegang kuasa tertinggi dalam menetapkan kebijakan umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha koperasi.
b.Pengurus dipilih dan diberhentikan oleh rapat anggota. Dengan demikian,
Pengurus dapat dikatakart sebagai pemegang kuasa Rapat Anggota dalam
mengoperasionalkan kebijakan-kebijakan strategis yang ditetapkan Rapat
Anggota.
c.Pengawas mewakili anggota untuk melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijakan yang dilaksanakan oleh Pengurus.
d.Pengelola adalah tim manajemen yang diangkat dan diberhentikan oleh
Pengurus, untuk melaksanakan teknis operasional di bidang usaha.

Kewirausahaan Koperasi
Secara definitif seorang wirausaha termasuk wirausaha koperasi adalah orang
yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis,
mengumpulkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan
darinya dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses (Meredith, et al,
1984). Para wirausaha koperasi adalah orang yang mempunyai sikap mental positif
yang berorientasi pada tindakan dan mempunyai motivasi tinggi dalam mengambil
risiko pada saat mengejar tujuannya. Tetapi mereka juga orang-orang yang cermat dan
penuh perhitungan dalam mengambil keputusan tentang sesuatu yang hendak
dikerjakan, Setiap mengambil keputusan tidak didasarkan pada metode coba-coba,
melainkan dipelajari setiap peluang bisnis dengan mengumpulkan informasi-informasi
yang berharga bagi keputusan yang hendak dibuat.
Selanjutnya menurut Meredith (1984) para wirausaha (termasuk wirausaha
koperasi) mempunyai ciri dan watak yang berlainan dengan individu kebanyakan.
Ciri-ciri dan watak tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Mempunyai kepercayaan yang kuat pada diri sendiri.
b. Berorientasi pada tugas dan basil yang didorong oleh kehutuhan untuk
herprestasi, berorientasi pada keuntungan, mempunyai ketekunan dan
ketabahan, mempunyni tekad kerja keras, dan mempunyai energi inisiatif.
c. Mempunyai kemampuan dalam mengambil risiko dan mengambil keputusan
keputusan secara cepat dan cermat.
d. Mempunyai jiwa kepemimpinan, suka bergaul dan suka menanggapi saransaran
dan kritik.
e. Berjiwa inovatif, kreatif dan tekun.
f. Berorientasi ke masa depan.
Kewirausahaan koperasi merupakan sikap mental positif dalam berusaha secara
koperatif. Ini berarti wirausaha koperasi (orang yang melaksanakan kewirausahaan
koperasi) harus mempunyai keinginan untuk memajukan organisasi koperasi, baik itu
usaha koperasi maupun usaha anggotanya.
Tugas utama wirausaha koperasi adalah mengambil prakarsa inovatif, artinya
berusaha mencari, menemukan dan memanfaatkan peluang yang ada demi
kepentingan bersama (Drucker, 1988).

Daftar Pustaka
Anoraga, Panji dan Widiyanti, Ninik. 1992. Dinamika Koperasi. Rineka Cipta,
Jakarta.
Arief, Sritua. 1997. Koperasi Sebagai Organisasi Ekonomi Rakyat, dalam
Pembangunanisme dan Ekonomi Indonesia. Pemberdayaan Rakyat dalam
Arus Globalisasi. CSPM dan Zaman. Jakarta.
Drucker, Peter F. 1988. Inovasi dan Kewiraswastaan, Praktek dan Dasar-Dasar.
Erlangga. Jakarta, dalam Hendar dan Kusnadi. 1999. Ekonomi Koperasi untuk
Perguruan Tinggi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Jakarta.
Haeruman, H. 2000. ”Peningkatan Daya Saing Industri Kecil untuk Mendukung
Program PEL”. Makalah Seminar Peningkatan Daya Saing. Graha Sucofindo.
Jakarta
Hendar dan Kusnadi, 1999. Ekonomi Koperasi untuk Perguruan Tinggi, Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Hendrojogi. 1997. Koperasi: Azas-azas, Teori dan Praktek.. RajaGrafindo. Jakarta.
Koperindo.com. http/www.Koperindo.com.
Manurung, 2000. “Perkoperasian Di Indonesia: Masalah, Peluang dan Tantangannya
di Masa Depan”. Economics e-Journal, 28 Januari 2000,
Meredith, 1984. Kewirausahaan, Teori dan Praktek, Pustaka Binaman Pressindo,
Jakarta, dalam Hendar dan Kusnadi, 1999. Ekonomi Koperasi untuk
Perguruan Tinggi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Jakarta.
Rozi dan Hendri. 1997. Kapan dan Bilamana Berkoperasi. Unri Press. Riau.
Sitio, Arifin dan Tamba, Halomoan. 2001. Koperasi: Teori dan Praktek. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Subyakto, 1996. “Mutu Layanan dalam Perilaku Organisasi Koperasi”. http://
ln.doubleclick.net.
Widiyanti, Ninik, 1994. Manajemen Koperasi. Rineka Cipta. Jakarta.











Sabtu, 24 Desember 2011

Review Jurnal Ekonomi koperasi 19

Nama Kelompok :
Airin Akte Savira / 20210444 (airinsavira_04)
Dessy lestari / 21210848 (dessy.lestari)
Juni Erbina Saragih / 23210813 (junierbinasaragih)
Siti Amanah / 26210579 (siti_amanah10)
Yuli Chatrine Castro /28210741 (chaterinecastro)



KAJIAN PENATAAN KELEMBAGAAN KOPERASI PENERIMA BANTUAN DANA BERGULIR PENGEMBANGAN PASAR TRADISIONAL*)
Saudin Sijabat



Abstrak
Pasal 17 (ayat 1) Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992. Dalam penjelasan disebutkan bahwa sebagai pemilik dan pengguna jasa koperasi, anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan koperasi.  Koperasi sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi, dalam melakukan kegiatannya berdasarkan pada prinsip koperasi, seperti tertuang dalam UU Republik Indonesia, Nomor 25 Tahun 1992, Tentang Perkoperasian. Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur dalam tata perekonomian nasional.
Definisi Koperasi. Koperasi adalah perkumpulan otonomi dari orang-orang yang 1. berhimpun secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis.
Nilai-nilai. Koperasi memiliki nilai-nilai menolong diri sendiri, tanggung jawab sendiri, demokratis, persamaan, kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap orang lain;
Prinsip-prinsip (sebagai penjabaran nilai-nilai), prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: a). Keanggotaan sukarela dan terbuka; b). Pengendalian oleh anggota secara demokratis; c). Partisipasi ekonomi anggota; d). Otonomi dan kebebasan; e). Pendidikan, pelatihan dan informasi; f). Kerjasama diantara koperasi; g). Kepedulian terhadap komunitas.
UU RI Nomor 25 Tahun 1992, Tentang perkoperasian. Ciri-ciri koperasi Indonesia secara umum dituangkan dalam pasal 2, 3, 4, dan 5 menetapkan prinsip koperasi Indonesia, yang terdiri dari 7 (tujuh) butir yang dituangkan dalam 2 ayat, yaitu: 1). Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; 2). Pengelolaan dilakukan secara demokratis; 3). Pembagian Sisa Hasil Usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa masing-masing anggota; 4). Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; 5). Kemandrian; 6). Pendidikan perkoperasian; 7). Kerjasama antar koperasi.
Managemen koperasi adalah proses mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia, material dan keuangan koperasi untuk mencapai tujuan koperasi yang ditetapkan, yaitu untuk menghasilkan manfaat yang dapat digunakan oleh anggotanya dalam upaya meningkatkan kegiatan ekonominya.
Point- Point

1. Pasal 17 (ayat 1) Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992.
2. Koperasi adalah perkumpulan otonomi dari orang-orang yang berhimpun secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis
3. Managemen koperasi adalah proses mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia material dan keuangan koperasi untuk mencapai tujuan koperasi yang ditetapkan


Kesimpulan

Hasil kajian penataan kelembagaan koperasi pasar penerima program bantuan dana bergulir pengembangan pasar tradisional yang telah dilaksanakan, dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1.  Kelembagaan koperasi pasar tradisional sangat perlu didata, mengingat dari sampel yang ditinjau diberbagai propinsi, kondisi kepemilikan dan pengerjaan buku-buku administrasi sangat kurang baik.
2. Meningkatkan kemampuan managerial dan kompetensi SDM koperasi (anggota, pengurus, Badan Pengawas dan Karyawan Koperasi) untuk membangun komitmen, kapasitas dan tanggung jawabnya terhadap kegiatan koperasi pengelola pasar tradisional sesuai dengan fungsi dan peran masing-masing dalam managemen koperasi. Untuk itu perlu diintensifkan pelaksanaan bimbingan konsultasi, pendidikan dan latihan, diskusi temu usaha, pengendalian, monitoring dan evaluasi secara reguler oleh pejabat pembina koperasi. Kegiatan pembinaan ini difokuskan pada peningkatan kemampuan kelembagaan koperasi penerima bantuan dana bergulir pengembangan pasar tradisional.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992, Tentang Perkoperasian. Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Mengah R.I. Jakarta
-------------, (2008). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008, Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. R.I. Jakarta.
--------------, (2007). Peraturan Pemerintah R.I. Nomor : 9 Tahun 1995, Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi. Kementerian Negara Koperasi dan UKM R.I. Jakarta.
-------------, (2007). Pembinaan Peningkatan Kualitas Pemberdayaan Kelembagaan Koperasi. Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM. Jakarta.
--------------, (2004. Kamus Istilah Pemberdayaan Koperasi dan UKM. Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Jakarta.
---------------, (2007). Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM R.I. Nomor : 22/PER/M. KUKM/IV/2007, Tentang Pedoman Pemeringkatan Koperasi. Kementerian Negara Koperasi dan UKM. R.I. Jakarta.
Soediyono Reksoprayitno, (2000). Ekonomi Makro, Analis IS-LM dan Permintaan- Penawaran Agregatif. BPFE. Yokyakarta.
Halomoan Tamba, Saudin Sijabat, (2006). Pedagang kaki Lima : Entrepreneur Yang Terabaikan. Infokop No. 29 Tahun XXII 2006, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta.
Saudin Sijabat, (2007). Pegadaian Versus Bank Umum (Menilai Profil Yang Potensial Untuk Menjadi Lembaga Perkreditan Rakyat). Infokop Volume 15 No. 2 Tahun 2007, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta.
Saudin Sijabat, (2008). Potret Iklim Usaha Pemberdayaan UKMK. Infokop Volume 16 - September 2008, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta.
Saudin Sijabat, (2008). Kajian Pengendalian Anggota pada Koperasi Dalam Rangka Peningkatan Kinerja Koperasi. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM Volume 3 – September 2008, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta.

Review Jurnal Ekonomi Koperasi 18

 Nama Kelompok :
Airin Akte Savira / 20210444 (airinsavira_04)
Dessy lestari / 21210848 (dessy.lestari)
Juni Erbina Saragih / 23210813 (junierbinasaragih)
Siti Amanah / 26210579 (siti_amanah10)
Yuli Chatrine Castro /28210741 (chaterinecastro)


 Sumber :
http://www.smecda.com/kajian/files/Jurnal_3_2008/05_Sijabat.pdf

 Judul : 

KAJIAN PENGENDALIAN ANGGOTA PADA KOPERASI DALAM RANGKA PENINGKATAN
KINERJA KOPERASI


 Abstrak 


Koperasi adalah badan usaha yang unik, berbeda dari perusahaan bisnis lainnya. para
Perbedaan seperti: koperasi yang didirikan tidak semata-mata mengejar keuntungan untuk koperasi
sendiri, namun koperasi ditugaskan untuk memberikan layanan kepada anggota sehingga untuk mendapatkan tidak diukur dari kemampuan untuk mencapai keuntungan, tetapi diukur dari kemampuan meningkatkan Kondisi ekonomi rumah tangga anggota.
Anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus sebagai pengguna / konsumen, khas
Status merupakan identitas koperasi dimana anggota memiliki identitas ganda koperasi
manajemen adalah proses mengoptimalkan organisasi koperasi, pakaian yang terdiri dari a)
rapat anggota, b) dewan direksi dan pengawas dan sistem manajemen memanfaatkan manusia
sumber daya, material dan keuangan, untuk mencapai objecktive ditentukan serta meningkatkan
kinerja koperasi.


I. Pendahuluan
Pengembangan koperasi dalam dimensi pembangunan nasional yang berdasarkan
sistem ekonomi kerakyatan, tidak hanya ditujukan untuk mengurangi masalah kesenjangan
pendapatan antar golongan dan antar pelaku, ataupum penyerapan tenaga kerja. Lebih dari itu,
pengembangan koperasi diharapkan mampu memperluas basis ekonomi dan dapat
memberikan kontribusi dalam mempercepat perubahan struktural, yaitu dengan meningkatnya
perekonomian daerah, dan ketahanan ekonomi nasional. Dalam rangka peningkatan kinerja koperasi, melalui pencapaian sasaran dan tujuan,
baik untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota maupun meningkatkan kemampuan
koperasi untuk memperoleh sisa hasil usaha, maka koperasi sebagai lembaga ekonomi perlu
meningkatkan daya saingnya, agar dalam menjalankan usahanya selalu berpedoman pada
efisiensi dan efektifitas usaha. Cara terbaik untuk melaksanakan usaha yang berdasar kepada
unsur-unsur efisiensi dan efektifitas usaha adalah melalui pelaksanaan sistem manajemen yang
baik. Salah satu fungsi manajemen yang sangat berpengaruh untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas adalah pengendalian, di samping perencanaan, pengorganisasian dan
pelaksanaan.

1.1. Tujuan
1. Untuk mengetahui tingkat kemampuan anggota dalam memahami dan cara-cara
melakukan evaluasi terhadap laporan pengurus.
2. Mengidentifikasikan kualitas pemahaman anggota, akan pentingnya pengendalian
koperasi oleh anggota dalam rangka peningkatan kinerja koperasi.
3. Mengukur tingkat kesadaran anggota akan pentingnya pengendalian koperasi oleh
anggota melalui rapat yang merupakan kewajiban anggota.

1.2. Sasaran.
1. Terwujudnya peningkatan pengendalian anggota pada koperasi melalui rapat
anggota dalam rangka peningkatan kinerja koperasi
2. Terwujudnya pelaksanaan rapat anggota koperasi dengan sebaik-baiknya,
berdasarkan keputusan keinginan anggota
3. Terwujudnya peningkatan partisipasi dan kontribusi anggota terhadap koperasi sejak
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian.
4. Meningkatnya kinerja koperasi dalam memberikan pelayanan terhadap anggota.

1.3. Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan ini adalah melakukan pengkajian terhadap pengendalian
anggota pada koperasi dalam rangka peningkatan kinerja koperasi, sehingga partisipasi
3
anggota koperasi tidak hanya terbatas pada aktivitas usaha saja, tetapi juga dalam
aktivitas manajemen yang dilakukan koperasi. Untuk melakukan kegiatan dimaksud,
maka langkah-langkah yang perlu dijalankan adalah:
1. Memilih lokasi pelaksanaan survey terhadap pembina koperasi propinsi,
kabupaten/kota, pengurus koperasi, dan anggota
2. Menyiapkan panduan dan kuessioner pengumpulan data dari pembina, pengurus
koperasi, dan anggota
3. Merumuskan indikator kajian pengendalian anggota terhadap kinerja koperasi
4. Melakukan pengumpulan data dan informasi lapang
5. Melakukan pembahasan konsep kajian untuk penetapan jenis-jenis pengendalian
anggota terhadap kinerja koperasi
6. Penyempurnaan konsep final hasil kajian pengendalian anggota terhadap kinerja
koperasi.

1.4. Metodologi
1. Wilayah Kajian
Untuk memperoleh data dan informasi sebagai dasar analisis dilakukan diskusi
dengan pembina koperasi, di 10 (sepuluh) propinsi dan 10 (sepuluh) kabupatan/kota.
Diskusi ini ditujukan untuk memperoleh data yang representatif, sehingga
memungkinkan dapat mewakili seluruh Indonesia.
2. Jenis dan Sumber Data
Sesuai dengan lingkup kajian dan tujuan yang ingin dicapai, maka kegiatan ini
menghimpun beberapa macam data dan informasi. Data dan informasi yang dihimpun
digali dari berbagai sumber, antara lain mencakup;
a. Undang-undang dan peraturan pemerintah yang berhubungan dengan kegiatan
koperasi
b. Data dan informasi dari pembina propinsi dan kabupaten/kota
c. Data dan informasi dari pengurus koperasi
d. Data dan informasi dari anggota koperasi
e. Informasi dari instansi terkait dan litetatur yang relevan.

II. Tinjauan Teoritis
2.1. Pemahaman Koperasi

Koperasi sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan
hukum koperasi, dalam melakukan kegiatannya berdasarkan pada prinsip koperasi,
seperti tertuang dalam UU Republik Indonesia, Nomor 25 Tahun 1992, Tentang
Perkoperasian.

Perumusan jatidiri koperasi menurut ICA di Manchaster (ICA Cooperative
identity statement/ICS) tahun 1995, terdiri dari:
1. Definisi Koperasi. Koperasi adalah perkumpulan otonomi dari orang-orang yang
berhimpun secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasiaspirasi
ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki
bersama dan mereka kendalikan secara demokratis;
2. Nilai-nilai. Koperasi mendasarkan diri pada nilai-nilai menolong diri sendiri,
tanggung jawab sendiri, demokratis, persamaan, kejujuran, keterbukaan, tanggung
jawab sosial dan kepedulian terhadap orang lain;
3. Prinsip-prinsip (sebagai penjabaran nilai-nilai), prinsip-prinsip tersebut adalah
sebagai berikut:
1). Keanggotaan sukarela dan terbuka;
2). Pengendalian oleh anggota secara demokratis;
3). Partisipasi ekonomi anggota;
4). Otonomi dan kebebasan;
5). Pendidikan, pelatihan dan informasi;
6). Kerjasama diantara Koperasi;
7). Kepedulian terhadap komunitas.



2.2. Ciri-ciri Koperasi Indonesia
Indonesia termasuk salah satu negara yang menerbitkan perundang-undangan
yang khusus mengatur koperasi. Undang-undang (UU) yang berlaku saat ini adalah UU
RI Nomor 25 Tahun 1992, Tentang perkoperasian. Ciri-ciri koperasi Indonesia secara
umum dituangkan dalam pasal 2, 3, 4, dan 5 yang menetapkan prinsip koperasi
Indonesia, terdiri dari 7 (tujuh) butir dalam 2 ayat, yaitu :
1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis;
3. Penbagian Sisa Hasil Usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa
masing-masing anggota.
4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
5. Kemandrian;
6. Pendidikan perkoperasian;
7. Kerjasama antar koperasi;
Ketujuh butir prinsip koperasi Indonesia di atas, bila dibandingkan dengan
prinsip koperasi yang berlaku secara Internasional berdasarkan rumusan kongres ICA di
Manchaster 1995 pada dasarnya hampir sama (identik), walaupun dalam penerapannya
terdapat perbedaan tetapi tidak signifikan.

2.3. Ciri-ciri Organisasi Koperasi
1. Koperasi dibentuk bukan untuk mengejar keuntungan bagi perusahaan koperasi
sendiri, melainkan diberi tugas melayani anggotanya, agar anggotanya meraih
keuntungan yang lebih baik.
2. Keberhasilan perusahaan kapitalistik diukur dari kemampuan meraih laba,
sedangkan keberhasilan perusahaan Koperasi diukur dari kemampuannya
memperbaiki kondisi ekonomi rumah tangga para anggotanya.



 2.4. Konsep Manajemen Koperasi
 Manajemen koperasi dapat diartikan dalam dua pendekatan yaitu; pertama
pendekatan kebudayaaan, yaitu menunjuk kepada orang/kelompok orang dan yang
kedua pendekatan proses, yaitu pelaksanaan proses manajemen itu sendiri (Caska 2003,
51). The term management refers to the institution and to the function (Helmut Wagner
1994,579).

 2.5. Indikator Kinerja
Kinerja sebuah kegiatan biasanya diukur berdasarkan beberapa indikator kinerja,
sebagai berikut:
(1), indikator inputs adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan
kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran yang dikehendaki.
(2), indikator output adalah segala sesuatu yang diharapkan langung dapat dicapai
dari suatu kegiatan baik berupa fisik maupun non fisik.
(3), indikator outcome adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya
keluaran kegiatan pada jangka menengah.
(4), indikator benefit adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari
pelaksanaan kegiatan. Indikatot kinerja ini menggambarkan manfaat yang diperoleh dari
indikator hasil.
(5), indikator dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun
negatif. Seperti halnya indikator manfaat, indikator dampak juga baru dapar diketahui
dalam jangka waktu menengah atau jangka panjang.
1. Analisa Kinerja
Analisa kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan
kegiatan dan sasaran sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, dalam rangka
mewujudkan misi dan visi melalui rencana strategis. Analisa pencapaian kinerja atau
pengukuran kinerja mencakup penetapan indikator kinerja dan penetapan capaian
indikator kinerja.
2. Pengukuran kinerja
Pengukuran kinerja dilakukan dengan menggunakan indikator Pengkuraan
Kinerja Kegiatan (PPK), dan Pengukuran Pencapaian Sasaran (PPS). Formulir PKK
digunakan untuk menguraikan tentang item kegiatan, antara lain; rencana, realisasi
dan persentase pencapaian kinerja kegiatan. Formulir PPS digunakan untuk
menguraikan tentang item sasaran yaitu; rencana, realisasi dan persentase
pencapaian rencana tingkat capaian, keterangan berbagai hal yang dianggap penting
untuk menjelaskan, dalam rencana tingkat capaian serta realisasinya.
1) Penetapan Indikator Kinerja
Penetapan indikator kinerja merupakan proses identifikasi dan klasifikasi
indikator kinerja melalui sistem pengumpulan dan pengolahan data atau
informasi untuk menentukan pengukuran kinerja kegiatan dan pengukuran
pencapaian sasaran.
2) Evaluasi Kinerja
Tahap Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK), Pengukuran Pencapaian Sasaran
(PPS) adalah tahap evaluasi kinerja. Tahapan ini dimulai dengan
membandingkan perencanaan dengan realisasi, dengan menggunakan formulir
Pengukuran Kinerja Kegiatan (formulir PKK) dan Pengukuran Pencapaian
Sasaran (formulir PSS). Berikutnya dilakukan analisa terhadap data yang ada,
baik yang tersedia dalam lingkup internal, maupun dari luar yang berupa data
primer maupun sekunder.
III. Pengendalian Anggota Untuk Meningkatkan Kinerja Koperasi
Pengendalian anggota untuk meningkatkan kinerja koperasi dapat dilakukan oleh
anggota setiap saat, tidak terbatas hanya pada pelaksanaan forum rapat anggota saja, yang
frekwensi pelaksanaan dan waktu pelaksanaan sangat terbatas.

3.1 Tehnik Pengendalian Oleh Anggota.
Tehnik pengendalian oleh anggota melalui rapat anggota terutama rapat anggota
tahunan, adalah dengan melakukan evaluasi yang cermat terhadap laporan yang
disampaikan oleh pengawas dan pengurus, baik secara tertulis maupun lisan. Laporan
yang disampaikan oleh pengurus adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh koperasi dalam
kurun waktu tertentu. Dalam hal ini kapasitas dan kemampuan setiap anggota untuk
mengkoreksi kinerja koperasi sangat diperlukan.

3.2 Materi Pengendalian.
a. Kelembagaan Koperasi
Pengendalian anggota pada kelembagaan koperasi yang menjadi penekanan
dalam organisasi dan manajemen koperasi adalah :
1) Pengurus, Pengawas dan Karyawan Koperasi
2) Kelengkapan dan pemeliharaan administrasi organisasi
3) Rencana Pengembangan Usaha Koperasi
4) Penyelenggaraan rapat anggota, rapat pengurus dan rapat pengawas, pendidikan
koperasi, kunjungan dll.

b. Usaha Koperasi.
Mengkaji jenis-jenis usaha baik yang sudah dilaksanakan maupun yang direncanakan
atau akan dilaksanakan, terutama untuk pengembangan usaha baru.

c. Laporan Pengurus
Laporan pengurus yang merupakan materi pengendalian anggota dalam rangka
peningkatan kinerja koperasi adalah laporan realisasi usaha dan keuangan selama
kurun waktu tertentu. Laporan pengurus secara tertulis harus disampaikan oleh
pengurus kepada anggota paling tidak seminggu sebelum pelaksanaan rapat.

d. Dokumen Bahan Pengendalian Anggota pada Koperasi.
Dari perkembangan pelaksanaan rapat anggota yang biasa dilakukan oleh koperasi,
beberapa hal yang menjadi pokok bahasan dan perlu dicermati sebagai bahan
pengendalian koperasi oleh anggota adalah sebagai berikut: 1) Susunan Acara Rapat,
2) Tata Tertib Rapat, 3) Berita Acara Rapat, 4) Perkembangan Organisasi, 5)
Susunan Pengurus, Pengawas, 6) Daftar Karyawan Koperasi, 7) Surat Masuk dan
Keluar, 8) Daftar simpanan anggota, 9) Ilustrasi Neraca 2 tahun terakhir, 10) Laporan
Perhitungan Hasil Usaha, 11) Laporan Perhitungan Pembagian SHU, 12) Laporan
arus kas, 13) Laporan perubahan kekayaan bersih, dan 14) Laporan perubahan
inventaris.

IV. Kajian Pengendalian Anggota Pada Koperasi Dalam Rangka Penigkatan Kinerja
Koperasi

4.1 Pembina Koperasi Propinsi
1. Pada umumnya pembinaan pelaksanaan pengendalian anggota pada koperasi melalui
rapat anggota dalam rangka peningkatan kinerja koperasi oleh pembina di tingkat
propinsi terlaksana dengan baik.

2. Bentuk pembinaan yang dilakukan oleh petugas pembina adalah berupa konsultasi,
bimbingan, pedampingan dan petunjuk teknis serta dorongan untuk melakukan rapat
anggota dalam bentuk surat dan himbauan

4.2 Pembina Koperasi Kabupaten/Kota
1. Pembinaan pelaksanaan pengendalian anggota pada koperasi melalui rapat anggota
dalam rangka peningkatan kinerja koperasi oleh pembina di tingkat kabupaten/kota
belum terlaksana dengan baik, hal ini terlihat dari penyediaan pembiayaan
pembinaan koperasi melalui APBN dan APBD masih terbatas. Dari sepuluh
kabupaten/kota yang menjadi sampel, bahwa hanya tiga kabupaten/kota medapat
anggaran dari APBN dan APBD, dua kabupaten/kota mendapat anggaran APBN,
satu kota hanya mendapat anggran APBD, satu dari Instansi lain, dan dua
kabupaten/kota lainnya tidak mendapat anggaran.
2. Walaupun anggaran terbatas atau belum ada, pembinaan tetap dilakukan oleh
petugas pembina berupa konsultasi, bimbingan, pendampingan, subsidi biaya, dan
petunjuk teknis serta dorongan untuk melakukan rapat anggota dalam bentuk surat.
3. Hasil rata-rata pelaksanaan program pengendalian anggota pada koperasi melalui
rapat anggota tahunan koperasi pada tahun buku 2005 menunjukkan antara 12 s/d
62% dari koperasi yang telah melaksanakan RAT. Persentase tertinggi di Kabupaten
Mojokerto dan terendah di Kota Manokwarit. Tingkat pelaksanaan RAT di kota
monokwari terkait dengan belum adanya anggaran pembinaan dari APBN maupun
APBD, sehingga pencapaian RAT hanya 10 persen..
4. Rendahnya persentase pelaksanaan RAT oleh koperasi di kabupaten/kota,
disebabkan rendahnya kualitas sumberdaya manusia koperasi.
5. Pelaksanaan RAT masih raltif rendah karena kurangnya dorongan dan bimbingan
dari aparat pembina kabupaten/kota terhadap pengurus dalam pelaksanaan rapat
anggota koperasi.

V. Kesimpulan 
5.1. Kesimpulan
1. Identifikasi tersebut belum mewakili seluruh kondisi pelaksanaan pengendalian
anggota pada koperasi. Namun demikian, tidak dipungkiri pengendalian anggota ini
merupakan kondisi ideal yang diperlukan untuk mendukung pengembangan
koperasi.
2. Pengendalian anggota pada koperasi, tetap dapat digunakan sebagai bahan masukan
untuk menyusun kebijakan pembangunan koperasi. Disadari hasil kajian ini kurang
memadai untuk menyusun suatu kebijakan, dan juga tidak lepas dari berbagai
kekurangan. Tetapi sumbangsih yang kecil ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
hal-hal besar.


DAFTAR PUSTAKA
Anonymus, (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 25 Tahun 1992, Tentang
Perkoperasian. Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Mengah R.I. Jakarta
-------------, (1995). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 9 Tahun 1995, Tentang Usaha
Kecil. Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil,. Ditjen Pembinaan
Koperasi Perkotaan. Jakarta.
--------------, (2007). Peraturan Pemerintah R.I. Nomor: 9 Tahun 1995, Tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi. Kementerian Negara Koperasi dan UKM
R.I. Jakarta.
--------------, (2007). Peraturan Pemerintah R.I. Nomor: 4 Tahun 1994, Tentang Persyaratan Dan
Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Pembubaran Anggaran Dasar Koperasi.
Kementerian Negara Koperasi dan UKM R.I. Jakarta.
---------------, (2007). Peraturan Pemerintah R.I Nomor: 17 Tahun 1994, Tentang Pembubaran
Koperasi Oleh Pemerintah. Kementerian Negara Koperasi dan U KM. Jakarta
---------------, (2007). Pembinaan Peningkatan Kualitas Pemberdayaan Kelembagaan Koperasi.
Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan
19
UKM. Jakarta.
---------------, (2004). Kamus Istilah Pemberdayaan Koperasi dan UKM. Kementerian Negara
Koperasi dan UKM. Jakarta.
---------------, (2007). Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM R.I Nomor :
22/PER/M.KUKM/IV/2007, Tentang Pedoman Pemeringkatan Koperasi. Kementerian
Negara Koperasi dan UKM. R.I. Jakarta.
Soediyono Reksoprayitno, (2000). Ekonomi Makro, Analis IS-LM dan permintaan-Penawaran
Agregatif. BPFE. Yokyakarta
Halomoan Tamba, Saudin Sijabat, (2006). Pedagang kaki Lima : Entrepreneur Yang terabaikan.
Infokop No. 29 Tahun XXII 2006, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta
Saudin Sijabat, (2007). Pegadaian Versus Bank Umum (Menilai Profil Yang Potensial Untuk
Menjadi Lembaga Perkreditan Rakyat). Infokop Volume 15 No. 2 Tahun 2007, Deputi
Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta.