rivew jurnal ekonomi koperasi 3
Dessy
lestari / 21210848
Juni
Erbina Saragih / 23210813
Siti
Amanah / 26210579
Yuli
Chatrine Castro /28210741
sumber :https://mail.google.com/mail/?shva=1#drafts/133083a84e77b0ee
PEMBERDAYAAN
KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM
MEMANFAATKAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
ABSTRAK
Pemberdayaan Koperasi dan UKM dalam penelitian ini hanyalah ingin tahu di lapangan jelas,bagaiman
koperasi dan UKM memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual dan
seberapa jauh itu pemerintah memberikan promosi untuk lembaga yang bersangkutan, sehingga informasi
yang diterima oleh koperasi dan UKM dari perusahaan
yang sama. Rendah minat untuk memanfaatkan Kekayaan Intelektual Hak membuat juga bunga
rendah untuk mendaftarkan perusahaan
mereka dan tidak mau membayar
biaya di luar bisnis. Responden sangat ingin menunggu promosi informasi
mengenai Hak Kekayaan Intelektual
dari Pemerintah atau
instansi terkait.lembaga yang bersangkutan, sehingga informasi yang diterima biaya di luar bisnis.
instansi terkait.lembaga yang bersangkutan, sehingga informasi yang diterima biaya di luar bisnis.
Kata kunci :
“Perlu Penyuluhan”
I.
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Dalam era
globalisasi sekarang ini, untuk dunia perdagangan internasional batas negara boleh
dikatakan hamper tidak ada lagi, karena setiap negara
telah menyepakati kesepakatan internasional di bidang perdagangan
seperti WTO, APTA, APEC dan lain sebagainya harus tunduk kepada
kesepakatan tersebut. Dengan demikian setiap Negara tidak
dapat lagi melindungi perekonomiannya dengan kebijakan tariff maupun
fiskal melebihi kesepakatan yang telah diterapkan. Termasuk diantaranya
pemberian perhatian khusus terhadap perlindungan pada hak kekayaan
Intelektual (HaKI) yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian (Agreement
Establishing The Word Trade Organization) yaitu salah satu persetujuan
di bawah WTO berupa perjanjian atau persetujuan mengenai aspek-aspek
dagang yang terkait dengan hak kekayaan intelektual, termasuk
perdagangan palsu (Agreement on the Trade Related Aspect of Intellectual
Property Rights
atau persetujuan TRIP’s, Including Trade in Counferfeit
Goods). Indonesia telah mengikrarkan
ikut dalam organisasi perdagangan
dunia atau World Trade Organization (WTO) dengan mengesahkan keikutsertaannya
dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1997. Dalam
era tersebut persaingan yang terjadi adalah persaingan antar produsen
ataupun perusahaan dan bukan lagi antar negara. Siapa yang dapat
bekerja lebih professional dan efisien itulah yang keluar sebagai pemenang
dan dapat eksis di pasar. Koperasi,
usaha kecil dan menengah yang telah terdaftar dan mendapatkan Hak
Kekayaan Intelektual antara lain : CV. Hadle (garmen) di
Cempaka Putih dengan merek “Supramanik”, Atikah(garmen) di Jawa dengan merek
“Dewi Bordir”, PT. Lembaga Kencana (susu sapi) di
Bandung dengan merek “Lambang Kencana”, dan Endjang Dudrajat
(peti antik) di Jawa Barat dengan merek “Pramanik”. Undang-Undang
No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil lebih memberikan
leluasa gerak dari usaha kecil. Pada pasal 12/1995 Pemerintah
menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perizinan usaha sebagaimana
dimaksud pasal 6 ayat (1) huruf f dengan menetapkan Peraturan
Perundang-Undangan dan Kebijakan untuk:
1).
Menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan dengan mengupayakan
terwujudnya sistem pelayanan satu atap;
2). Memberikan
kemudahan persyaratan untuk memperoleh perizinan. Di bidang
Perkoperasian Undang-undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian, pasal 61 menyebutkan antara lain: “Dalam upaya menciptakan
dan mengembangkan iklim kondusif yang mendorong pertumbuhan dan
pemasyarakatan Koperasi, Pemerintah :
1). Memberikan
kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada Koperasi;
2). Meningkatkan
dan memantapkan kemampuan Koperasi agar menjadi Koperasi yang
sehat, tangguh
dan mandiri;
3). Mengupayakan
tata hubungan usaha yang saling menguntungkan antara Koperasi
dengan badan usaha lainnya;
4).
Memberdayakan Koperasi dalam masyarakat. Berbagai
kebijakan tersebut diatas mengindikasikan pemerintah sangat
peduli akan tumbuh dan berkembangnya Koperasi dan Usaha Kecil
dengan melindungi dan memberikan iklim, baik untuk Koperasi dan
Usaha Kecil. Undang-Undang
yang memuat ketentuan-ketentuan tentang merek pertama kali
dikenal dengan di undangkannya Undang- Undang No. 21
Tahun 1961 tentang “Merek Perusahaan dan Perniagaan”.
Undang-Undang ini dikenal dengan sebutan undangundang merek
dan merupakan perubahan tentang ketentuan yang mengatur tentang
merek sejak zaman kolonial dahulu yang disebut “Reglement
Industrial Eigendom Kolonial”. Undang-Undang No. 21 Tahun
1961 menganut sistem “Deklaratif” dengan pengertian bahwa perlindungan
hukum terhadap hak atas merek yang diberikan kepada pemakai
merek pertama. Di dalam pelaksanaan Undang-Undang tersebut dirasakan
masih kurang tepat karena belum menggambarkan/mengikat kepastian
hukum, oleh karena itu pemerintah mengeluarkan Undang- Undang
baru No. 19 Tahun 1992 tentang merek. Ada perbedaan yang sangat
menyolok pada Undang-Undang No.19 Tahun 1992 menganut sistem
“Konstitutif” yang lebih menjamin kepastian hukum karena perlindungan
hukum hak atas merek diberikan kepada pendaftar pertama. Tahun
1997 oleh Pemerintah dikeluarkan Undang-Undang No. 14 Tahun
1997 sebagai penyesuaian Undang-Undang No. 19 tahun 1992, yang
mengatur tentang merek dagang dan jasa, kemudian diatur lagi Undang-Undang
merek yang khusus pada UU Merek No. 15 Tahun 2001. Perkembangan
perdagangan dunia internasional yang semakin cepat, menuntut
kesepakatan dan komitmen terhadap pengurangan segala
hambatan-hambatan perdagangan dunia internasional di berbagai aspek
tetapi menjunjung tinggi azas legalitas yang telah disepakati bersama.
2. Rumusan
Masalah
Kalau dilihat
dari judul penelitian, maka dapatlah diidentifikasi
permasalahan
sebagai berikut :
1). Sejauhmana
sebenarnya minat dari Koperasi, Usaha Kecil dan
Menengah untuk
memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI).
2). Sejauhmana
pemberian penyuluhan-penyuluhan HaKI oleh lembagalembaga
pemerintah yang
terkait.
3). Sejauhmana
hambatan-hambatan yang dihadapi Koperasi, Usaha
Kecil dan
Menengah selaku pemanfaat HaKI.
3. Tujuan dan
Manfaat
1). Tujuan
Tujuan dari
penelitian ini dapat disampaikan antara lain :
- Seberapa minat
untuk memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual
(HaKI) bagi
Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.
- Faktor-faktor
penyebab kurang minatnya untuk memanfaatkan
Hak kekayaan
Intelektual (HaKI) bagi koperasi, Usaha Kecil dan
Menengah.
2). Manfaat
Hasil penelitian
ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lembaga, dinas
terkait, serta
KUKM sebagai bahan penyusunan rencana kebijakan
yang akan
datang.
4. Ruang Lingkup
Penelitian
Ruang lingkup
penelitian meliputi :
1). Gambaran
produk-produk yang dihasilkan KUKM
2).
Langkah-langkah operasional yang telah dilakukan instansi, dinas
yang menangani
HaKI
3).
Faktor-faktor penghambat dalam mendapatkan HaKI oleh Koperasi,
Usaha Kecil dan
Menengah.
II.
KERANGKA PEMIKIRAN
Arti penting
HaKI adalah :
1. “Sebagai
suatu sistem, HaKI sebagai sarana pemberian hak kepada pihak-pihak
yang memenuhi persyaratan dan memberikan perlindungan bagi
para pemegang hak dimaksud; dan
2. HaKI adalah
alat pendukung pertumbuhan ekonomi sebab dengan adanya
perlindungan terhadap HaKI akan terbangkitkan motivasi manusia
untuk menghasilkan karya intelektual”. (UU Hak Cipta, Paten &
Merek, 2001).
1. Merek
Di dalam
Undang-undang Republik Indonesia tentang PATEN dan MEREK Tahun
2001, khusus untuk merek diatur oleh Undang-undang Merek
Nomor 15 Tahun 2001. Yang
dimaksud “Merek” adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata,
huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut memiliki daya pembeda dan digunakan dalam
kegiatan
perdagangan barang atau jasa”. Merek merupakan karya intelektual
yang menyentuh kebutuhan manusia
sehari-hari dalam melengkapi hidupnya misal saja untuk makanan,
minuman dan keperluan sekunder seperti TV, radio, kulkas, AC
dan alat rumah tangga lainnya. Selain sebagai tanda yang mudah dikenal
pelaku konsumen juga dapat memberikan jaminan bagi kualitas barang
jasa apabila para konsumen sudah terbiasa menggunakan merek tertentu
untuk kebutuhannya. Perlindungan
hukum bagi pemilik merek tidak hanya dapat dipandang dari
aspek hukum saja, tetapi perlu dipandang dari aspek ekonomi
dan sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dalam Undangundang Merek
Nomor 15 Tahun 2001 pasal 90 berbunyi; “Barang siapa dengan
sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama ataukeseluruhannya dengan
Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa
sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak
Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.
2. Sosialisasi
Mendapatkan HaKI
Untuk
meningkatkan kesadaran tentang HaKI sangat perlu dilakukan
sosialisasi pada masyarakat. Penilaian komersial patut dihargai
bagi seseorang yang telah maju dalam berbisnis. Nilai komersial
bisa hilang apabila usaha tersebut tidak diikat erat-erat dengan ketentuan perundang-undangan.
Di Indonesia kelihatannya HaKI kurang diminati oleh
pelaku bisnis, karena kurangnya penyuluhan, kurangnya pembinaan
pemerintah bagi usaha yang telah mulai baik jalannya. Hal tersebut
disebabkan kultur masyarakat yang beranggapan memperbanyak
karya intelektual dengan mempromosikan karya tersebut tidak
perlu otorisasi, ada yang beranggapan tanpa HaKI barang/produk juga
terjual, dan biaya administrasi tinggi berarti menambah beban usaha saja.
Persepsi yang keliru di kalangan masyarakat khususnya pengusaha
tersebut perlu
segera diluruskan dan diperbaiki dengan memberikan pengertian-pengertian
yang jelas tentang HaKI. Tujuan
sosialisasi dibidang HaKI adalah untuk meningkatkan kesadaran
hukum masyarakat mengenai sistem HaKI nasional maupun internasional
termasuk dalam hal merek.
3. Sengketa
Merek Bagi Pelaku Bisnis
Sengketa merek
sering terjadi bagi pengusaha yang usahanya sudah maju dan
berkembang dengan baik dengan merek dagang dikenal oleh
seluruh lapisan masyarakat, dimana merek dagangnya telah dipalsukan
oleh pengusaha lainnya. Sengketa
penggunaan merek tanpa hak dapat digugat dengan delik perdata
maupun pidana, disamping pembatalan pendaftaran merek tersebut.
Tindak pidana dalam hal merek dapat dibagi 2, yaitu Tindak Pidana
Kejahatan dan Tindak Pidana Pelanggaran. Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan : Pasal 92 ayat 1
: “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan
tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi geografis milik
pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang
yang terdaftar, dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
III.
METODE PENELITIAN
1. Lokasi
Penelitian
Lokasi
penelitian terpilih sampel ada 4 (empat) propinsi yaitu Kalimantan
Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Lampung.
Terpilihnya empat propinsi tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
bahwa informasi dan data diperoleh dapat mewakili
Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah yang tersebar sampai pelosok
Indonesia. Demikian pula jenis usaha yang akan dilihat beragam usaha
industri rumah tangga, merupakan mata pencaharian tetap bagi pebisnis
kecil, dengan administrasi sangat sederhana, tenaga kerja setempat
(lokal), jam kerja pun belum tentu memenuhi standar yang ditetapkan
pemerintah. Disamping itu pertimbangan lain adalah dana dan
tenaga yang tersedia. Karakteristik
produk dari keempat propinsi sampel antara lain, Propinsi
Kalimantan Selatan terkenal dengan produksi mandau (golok), tikar
lampit rotan, kipas rotan, keranjang rotan, tas dari manik. Kalimantan
Tengah terkenal pula dengan hasilnya seperti anyamanyaman tikar
dari rotan yang disebut tikar lampit dan kursi rotan. Kalimantan
Timur cukup terkenal dengan sarung Samarinda, tas dan sarung
pensil manik, bengkel bubut pembuatan kipas kapal. Propinsi Lampung
kerajinan rumah tangga terkenal dengan pembuatan kopi, keripik
singkong, keripik pisang dan makanan-makanan kecil lainnya. Dengan
memadukan beberapa propinsi yang mempunyai penghasilan
beragam, tentunya akan muncul pendapat responden tentang minat
memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual.
2. Populasi
Penelitian
Dari empat
propinsi yang diteliti maka data-data diambil sebagai berikut
: setiap propinsi 3 kabupaten/kota berarti daerah survey 12 kabupaten/kota.
setiap kabupaten/kota diambil datanya 5 koperasi dan 5 usaha
kecil dan menengah. Koperasi yang disurvei berjumlah 60 koperasi,
dan 60
usaha kecil dan menengah. Jumlah data terkumpul yangdiperoleh 120 koperasi,
Usaha Kecil dan
Menengah. Data-data yang telah
terkumpul dianalisis untuk mengetahui minat dari pada pembisnis dalam
memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI).
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik
Pengusaha
1). Persepsi Dan
Pemanfataan HaKI
Dari hasil
survei lapangan diketahui bahwa 100,00% responden
menyatakan pernah mendengar tentang HaKI. Penyuluhan yang
telah diperoleh yaitu, dari instansi terkait (pembina) hanya
18,75%, melalui media massa 5,00%, dan melalui pengusaha
76,25%. Pemahaman tentang HaKI, dari responden yang mengatakan
mamahami 30,00%, dan yang tidak paham HaKI 70,00%. Guna kemajuan
usaha telah pula diperoleh informasi yang jelas, bahwa
responden mengatakan tanpa HaKI perusahaan tetap jalan 75,00%,
dan yang mengatakan terhambat jalannya 25,00%
2. Faktor
Mempengaruhi Mendapatkan HaKI
1). Permohonan
Dan Biaya HaKI
Persyaratan
pengajuan permohonan untuk mendapatkan HaKI telah
ditetapkan oleh Departemen Hukum Dan HAM Cq. Direktorat
Jenderal HaKI. Baik untuk permohonan Paten maupun
Merek. Permohonan
administrasi sebagai berikut:
- Pemohon
langsung mengajukan permohonan kepada Dirjen
HaKI di Jakarta.
- Mengoreksi
salah atau benar permohonan oleh Ditjen HaKI
melalui Tim.
- Permohonan
ditolak Ditjen HaKI, untuk perbaikan cukup
memakan waktu.
- Pembayaran
biaya permohonan, rekening nomor 311928974
BRI Cabang
Tangerang atas nama Direktorat Jenderal HaKI.
- Kantor Wilayah
(Daerah) atau pejabat yang ditunjuk,
membubuhkan
tanda tangan dan stempel pada permohonan
diterima.
(1). Biaya Paten
antara lain terdiri dari :
- Biaya
permohonan paten
- Biaya
pemeriksaan substansi paten
- Penulisan
deskripsi, abstrak, gambar
- Biaya
lain-lain
(2). Biaya Merek
antara lain terdiri dari :
- Biaya
permohonan merek
- Biaya
perpanjangan merek
- Biaya
pencatatan pengalihan hak merek
- Biaya
lain-lain
2). Usaha
Koperasi dan Usaha Kecil
Responden yang diwawancarai
kebanyakan usaha bergerak dalam
lingkungan industri kerajinan rakyat (industri alat rumah tangga).
Kegiatan usaha mempekerjakan keluarga, tetangga dan penduduk
sekitar tempat usaha. Pengembangan usaha relatiflamban,
karena modal kecil, usaha turun
temurun, kadangkadang produksi
berdasarkan pesanan. Bagi koperasi, jenis usaha ditekuni umumnya
unit toko dan unit simpan pinjam yang kebanyakan
melayani anggotanya. Ada jenis usaha lain yang didirikan
koperasi, tapi belum banyak berkembang, oleh karena itu untuk
membiayai usaha tersebut diambilkan dananya dari usaha yang
telah maju. Bagi
usaha koperasi pengambilan keputusannya berbeda sekali dengan
keputusan diambil usaha kecil termasuk usaha
menengah.
Keputusan yang diambil koperasi berdasarkan kehendak para
anggota, disalurkan melalui rapat anggota. Pengurus koperasi
tidak mempunyai wewenang dalam menentukan kegiatan baru,
lebih-lebih kegiatan tersebut memerlukan biaya-biaya. Bila
pengurus ingin untuk mendapatkan HaKI, maka pengurus
koperasi harus mendapatkan persetujuan dari anggota dengan
rencana kerja yang disahkan. Koperasi milik anggota dengan
semboyan “dari, oleh, untuk” anggota. Rencana kerja yang telah
disahkan melalui rapat, sangat penting bagi organisasi
koperasi untuk
mengetahui hasil kerja pengurus dalam satu tahun buku. Didalam
neraca tahunan terlihat apakah suatu koperasi rugi atau
untung. Karena lambatnya keputusan yang diambil harus
melalui rapat
anggota, bila ada peluang usaha yang harus diputuskan waktu
itu juga, tidak dapat diputuskan. Akibatnya koperasi tidak
dapat mengambil peluang usaha. Beberapa orang pengurus dan
manager yang ditunjuk mengelola usaha koperasi, bukan membuat
keputusan tetapi menjalankan keputusan yangtelah ada berdasarkan hasil rapat
anggota. Pengurus mempertanggung
jawabkan hasil kerjanya selama tahun buku kepada rapat
anggota, sedangkan manager mempertanggung jawabkan hasil
kerjanya kepada pengurus, karena manager diangkat
pengurus dalam surat keputusan dengan masa jabatan telah
ditetapkan. Pekerjaan yang ada di koperasi, baik administrasi organisasi,
administrasi usaha dipertanggung jawabkan pengurus
pada akhir tahun
buku dalam rapat anggota tahunan (RAT).
3). Kiat-Kiat
Peningkatan Pemanfaatan HaKI
Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) sudah seharusnya dapat
meningkatkan pemanfaatan penggunana HaKI oleh koperasi,
usaha kecil dan menengah. Memberikan peran yang luas pada Kanwil
Hukum Dan HAM didaerah (dinas didaerah)
antara lain :
(1). Pemberian
penyuluhan bersama dinas terkait secara kontinu.
(2). Permohonan
yang disampaikan koperasi, usaha kecil dan menengah melalui
Kanwil Hukum Dan HAM di daerah (dinas daerah), segera dikirim
kepada Direktorat Jenderal HaKI di Jakarta, untuk
disahkan.
(3). Bagi daerah
pemohon yang tinggal dipedesaaan jauh dari
Jakarta (luar
Jawa), administrasi pemohon dijamin tidak
mengalami
kekeliruan.
(4). Biaya
permohonan, biaya lain-lain, besar biayanya ditinjau
kembali.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dari hasil
survei lapangan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1). Rata-rata
responden pernah mendengar HaKI (100,00%), tetapi belum mengerti
arti dan pentingnya, serta prosedur pengajuan administrasi.
2). Rata-rata
responden mengatakan tanpa HaKI perusahaan tetap jalan (75,00%).
Usaha dikelola kecil-kecil dan diantaranya ada usaha yang
turun-temurun
3). Rata-rata
responden mengatakan kurang berminat memiliki HaKI (52,50%),
dan tidak berminat (45,25%). Ini disebabkan biaya dikeluarkan akan
mengganggu kelancaran usaha.
4). Hasil jajak
pendapat dilapangan (survei responden) mengatakan, menunggu
penyuluhan tentang HaKI dari pemerintah dan instansi terkait.
2. Saran-Saran
1). Penyuluhan
HaKI didaerah-daerah terus ditingkatkan, agar koperasi, usaha
kecil dan menengah mengetahui arti dan pentingnya HaKI.
2). Biaya permohonan,
biaya administrasi, dan biaya lain-lain agar ditinjau
kembali, termasuk syarat pembayaran. Pembayaran oleh pemohon
setelah permohonan diterima, yang disyahkan Direktorat Jenderal
HaKI Jakarta.
SUMBER
Anonimous,
(1992). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang
Perkoperasian.
Departemen Koperasi, Direktorat Jenderal Bina Lembaga
Koperasi. Jakarta.
Anonimous,
(1995). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 Tentang
Usaha Kecil Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Direktorat
Jenderal Pembinaan Koperasi Perkotaan. Jakarta.
Anonimous,
(2001). Undang-undang Republik Indonesia Tentang Paten dan Merek
Tahun 2001.
Penerbit “Citra Umbara”. Bandung. Hadi Sutrisno,
(1993). Metodologi Research. Penerbit. “Andi Offset”, Yogyakarta.
Maulana Insan
Budi, (2000). Peran Serta LSM dalam Pemberdayaan KPKM di Bidang
HaKI khususnya Merek Dagang. Disampaikan dalam Workshop Pemberdayaan
Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Melalui Kebijakan Merek
Dagang dalam Menghadapi Diberlakukannya Kesepakatan Ketentuan
TRIP’s. Jakarta.
Nahar Rahimi SH,
(2000). Perlindungan Hukum Terhadap Hak Atas Merek di Indonesia. Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta.
Singgih Santoso,
(2000). Buku Latihan SPSS Statistik Paramatrik. PT. Elex
Media
Komputindo. Jakarta.
Sugiyono,
(2003). Metode Penelitian Bisnis. Alfa Beta, Bandung.
Suharto, Tata
Iryanto, (1996). Kamus Bahasa Indonesia Terbaru. Penerbit
“Indah”.
Surabaya.
Umar Achmad Zen
P, (2000). Sosialisasi dan Penegak Hukum di Bidang HaKI
Khususnya yang
Berkaitan dengan Merek Dagang. Disampaikan dalam Workshop
Pemberdayaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Melalui Kebijakan
Merek Dagang dalam Menghadapi Diberlakukannya Kesepakatan
Ketentuan TRIP’s. Jakarta.https://mail.google.com/mail/?shva=1#drafts/133083a84e77b0ee
0 komentar:
Posting Komentar